SuaraBali.id - Di zaman yang sudah modern ini, anak cucu sebagai generasi kekinian ini rupanya masih menjalankan tradisi turun temurun dari sesepuh salah satunya adalah penanggalan Bali.
Meski jaman sudah berubah, namun kepercayaan akan tradisi sesepuh terkait penanggalan Bali masih terus tersimpan demi menjaga kelestariannya.
Tak hanya itu, tradisi yang masih terus dilestarikan itu juga bisa menyelamatkan kita dari segala macam marabahaya.
Sama halnya di daerah Bali, masih percaya dengan adanya Wuku Wayang. Sebelumnya, pernahkah kalian mendengar kata weton?
Baca Juga:Modus Pungli Fast Track Imigrasi Ngurah Rai, Perintahkan Bawahan Pungut Uang Turis
Weton didasarkan pada perpaduan dua unsur yaitu wuku dan pasaran. Wuku sendiri merupakan siklus 30 hari dalam kalender Jawa yang menggambarkan energi alam dan sifat manusia.
Sementara itu, jumlah wuku ini terdiri dari 30. (1) Sinta, (2) Landep, (3) Wukir, (4) Kurantil, (5) Tolu, (6) Gumbreg, (7) Warigalit, (8) Wariagung, (9) Julungwangi, (10) Sungsang.
Kemudian (11) Galungan, (12) Kuningan, (13) Langkir, (14) Mondosio, (15) Julung Pujud, (16) Pahang, (17) Kuruwelut, (18) Mrakeh, (19) Tambir, (20) Medangkungan, (21) Maktal, (22) Wuye, (23) Menail, (24) Prangbakat, (25) Bala, (26) Wugu, (27) Wayang, (28) Klawu, (29) Dukut, (30) Watugunung.
Nah, Wuku Wayang sendiri adalah wuku ke 27 dari 30 wuku di penanggalan Pakuwon tersebut. Nama Wuku Wayang ini diambil dari nama anak Prabu Watugunung dan Dewi Sinta nomor dua puluh lima.
Kelahiran Wuku Wayang ini memiliki Dewi Sri sebagai pelindungnya. Untuk diketahui, Dewi Sri merupakan salah satu tokoh dalam budaya Jawa yang cukup populer.
Baca Juga:Karyawan Warung Makan di Denpasar Meninggal Setelah Tidur Mendengkur
Dewi Sri juga sering disebut dengan Dewi Padi atau Dewi Tanaman. Dewi Sri disamakan dengan Dewi Hindu, Sri Laksmi dan dianggap sebagai inkarnasi atau salah satu manifestasinya.
Nama Dewi Sri ini berasal dari Bahasa Sansekerta ‘Sri’ yang berarti kemakmuran, kekayaan, kesehatan, kecantikan dan keberuntungan.
Orang yang lahir tepat pada Wuku Wayang ini pembawaannya senantiasa rupawan, murah hati dan penuh belas kasih. Ia bahkan sering menjadi pelindung dan cahaya bagi orang yang membutuhkan.
Sementara itu dalam hal pekerjaan, Wuku Wayang dapat mengemban tugas untuk jabatan yang tinggi. Hal ini lantaran pikirannya tajam sehingga dapat memiliki pandangan yang cerah ke depan.
Bawaan bicaranya penuh akan filosofi. Ia sering menggunakan simbol atau lambang dalam mengutarakannya, sehingga lawan bicaranya harus mampu mengurai maknanya.
Radeng Wayang digambarkan dalam kitab Pawukon menghadap Dewi Sri. Gambar Gedung yang terletak di belakangnya merupakan simbol kerelaan kelahiran Wuku Wayang Ikhlas berbagi apa yang dimilikinya.
Kemudian simbol pohonnya adalah pohon cempaka. Bunga Cempaka ini beraroma wangi, menjadi simbol Wuku Wayang yang membawa kebaikan bagi banyak orang disekitarnya.
Simbol burungnya ayam alas, karakter ini merupakan simbol ketangkasan dan potensinya dalam masyarakat menduduki posisi yang tinggi.
Kontributor: Kanita Auliyana Lestari