SuaraBali.id - Festival Legong Keraton Lasem se-Bali sebagai salah upaya pelestarian kesenian klasik akan diselenggarakan pada 4-5 November 2023 di Jaba Pura Agung Jagatnatha Denpasar.
Acara ini digagas oleh Pemerintah Kota Denpasar berkolaborasi dengan Puri Agung Denpasar.
Panglingsir (tetua) Puri Agung Denpasar AA Ngurah Wira Bima Wikrama di Denpasar, mengatakan pelaksanaan Festival Legong tersebut merupakan langkah nyata dalam mendukung dan menguatkan kesenian klasik, khususnya palegongan di Kota Denpasar.
"Dengan Festival Legong ini, diharapkan kesenian palegongan tetap eksis sebagai kesenian klasik dan memiliki ciri khas tersendiri," ujar Ngurah Bima, Kamis (3/11/2023) sebagaimana dilansir Antara.
Baca Juga:4 Kontestan FIFA World Cup U17, Latihan di Training Centre Bali United Pantai Purnama
Adapun lomba ini dikhususkan bagi siswa sekolah dasar dengan materi Legong Keraton Lasem yang menggunakan iringan musik dari rekaman kaset Aneka Record STSI Vol. 5.
Kegiatan ini juga akan memperebutkan piala bergilir Wali Kota Denpasar dan hingga saat ini sudah sebanyak 28 kelompok telah terdaftar mengikuti kegiatan festival.
"Harapan kami melalui kegiatan ini dapat mendukung pelestarian kesenian klasik Legong Keraton Lasem di Kota Denpasar," ucapnya.
Kadis Kebudayaan Kota Denpasar Raka Purwantara mendukung penuh pelaksanaan kegiatan festival tersebut.
"Kami berharap kegiatan ini mampu mendukung penguatan kesenian klasik tari legong. Terlebih kita ketahui bersama bahwa kesenian tari Legong telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) oleh UNESCO," katanya.
Baca Juga:Identik Jadi Hiasan di Kaos Bali, Ini Cerita Kesenian Barong Ket
Dengan demikian upaya pelestarian berkelanjutan harus terus dioptimalkan, baik dari sisi pembinaan hingga penyediaan ruang kreativitas.
"Semoga kegiatan ini dapat menjaring bibit-bibit serta generasi baru penari legong, khususnya Legong Keraton Lasem di Kota Denpasar," ucap Raka.
Sekilas Tentang Tari Legong
Melansir “The Origins of Balinese Legong” dimuat Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde (BKI) Vol. 164 No. 2/3, 2008 karya Stephen Davies, Legong lasem diciptakan oleh I Dewa Gde Rai Perit, seorang seniman dan bangsawan dari Gianyar, pada akhir abad ke-19.
Disebut legong lasem karena tarian ini mengambil kisah dari cerita Panji tentang kasih tak sampai Prabu Lasem terhadap Diah Rangkesari.
Legong awalnya bersifat sakral karena dipentaskan di halaman pura dan puri (istana) pada hari-hari tertentu.
Konon, para penarinya pun harus masih murni dan belum mengalami menstruasi. Namun kemudian legong keluar dari keraton dan dipentaskan di desa-desa, terutama pada upacara di pura, serta pada festival seni di Bali.
Tari legong memang memiliki banyak varian, seperti legong candra kanta, legong kuntul, legong goak macok, legong kupu-kupu tarum, dan lain-lain.
Nama variannya disesuaikan dengan cerita yang dikisahkan. Tapi yang popular dan kerap ditampilkan dalam pertunjukan wisata adalah tari legong lasem.