Sosok I Gusti Ngurah Rai, Pahlawan dari Bali yang Kini Namanya Jadi Bandara

Berkat pendidikan militer dan kecerdasannya, I Gusti Ngurah Rai sempat menjadi intel sekutu di daerah Bali dan Lombok.

Eviera Paramita Sandi
Sabtu, 14 Oktober 2023 | 09:53 WIB
Sosok I Gusti Ngurah Rai, Pahlawan dari Bali yang Kini Namanya Jadi Bandara
I Gusti Ngurah Rai

SuaraBali.id - I Gusti Ngurah Rai, jika mendengar nama itu, apa yang ada dibenak kalian? Dari bahasanya saja sudah terlihat ya berbau Bali.

Nama bandara di Bali, iya memang benar. Namun, nama bandara di Bali ini diambil dari salah satu nama pahlawan nasional dari Bali.

Melansir dari laman resmi kemendagri, I Gusti Ngurah Rai lahir pada 30 Januari 1917, di Badung, Bali. Ia merupakan anak dari seorang pejuang bernama I Gusti Ngurang Palung.

Berkat pendidikan militer dan kecerdasannya, I Gusti Ngurah Rai sempat menjadi intel sekutu di daerah Bali dan Lombok.

Baca Juga:Sosok Dewa Agung Istri Kanya, Ratu Pemimpin Bali yang Memilih Hidup Lajang

I Gusti Ngurah Rai memiliki andil cukup besar dalam perjuangan melawan penjajahan Belanda di Bali. Selain sebagai seorang pahlawan nasional Indonesia, ia juga bergelar Brigadir Jenderal TNI (Anumerta) dengan pangkat letnan kolonel di satuan angkatan bersenjata Republik Indonesia.

Hingga saat ini namanya diabadikan sebagai nama bandar udara Bali, nama universitas, nama stadion di pulau Bali, di banyak jalan di Bali dan luar Bali, serta kapal Angkatan Laut Indonesia.

Keluarga Bangsawan

I Gusti Ngurah Rai dilahirkan oleh pasangan I Gusti Ngurah Palung dan I Gusti Ayu Kompyang. Mereka dari keluarga berdarah bangsawan, Ayahnya merupakan seorang camat petang di tanah kelahirannya.

Status keluarganya yang berasal dari kalangan atas membuatnya dikirim ke Denpasar untuk melakukan pendidikan di sekolah dasar Belanda untuk pribumi, Hollandsch-Inlandsche School (HIS).

Baca Juga:Asap Pekat Jadi Momok Jalan Raya dan Permukiman di Dekat TPA Suwung

Kemudian ia melanjutkan studinya di kota Malang di sekolah menengah atas Belanda Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO).

Meski pendidikannya tidak sampai selesai karena harus kehilangan ayahnya pada 1935 membuatnya harus kembali ke Bali.

I Gusti Ngurah Rai memulai karir sebagai militer bergabung dengan sekolah perwira Korps Prajoda yang merupakan salah satu tempat pendidikan militer yang diawasi langsung oleh KNIL di kabupaten Gianyar.

Ia lulus dengan memiliki pangkat letnan dua pada tahun 1940 lalu dikirim ke Corps Opleiding Voor Reserve Officieren (CORO) di Magelang dan kembali ke Malang untuk melanjutkan pendidikan di Pendidikan Artileri.

Perang Puputan Margarana

Kecerdasan yang dimiliki I Gusti Ngurah Rai membuat dirinya dijadikan sebagai intel sekutu di wilayah Bali dan Lombok ketika masa penjajahan Belanda. Tak hanya itu, kedatangan Jepang di Bali pada 1942 membuat Korps Prajoda yang menjadi satu-satunya pasukan bersenjata yang ada di sana, membuat mereka harus berjuang meskipun tidak mampu melakukan perlawanan secara menyeluruh.

Awalnya, Ngurah Rai cukup setia terhadap Jepang. Namun, ia sadar bahwa kehadiran Jepang juga sama dengan kehadiran Belanda yang sudah menjajah terlebih dahulu dan hanya akan memperburuk keadaan di wilayahnya.

Pada tahun 1944, ia semakin mengecam para penjajah dan bergabung dengan gerakan bawah tanah anti-Jepang menyamar sebagai kepala sel.

Ia mulai menjalin lagi komunikasi dengan teman-teman dan bawahannya semasa masih di Korps Prajoda. Dengan begitu ia menjadi informan untuk sekutu dengan memberi tahu jadwal dan sifat muatan kapal transportasi Jepang.

Setelah Jepang dikalahkan oleh sekutu dan mengumumkan menyerah, I Gusti Ngurah Rai dengan terbuka mendukung kemerdekaan Indonesia.

Ketika Presiden Sukarno datang ke Bali dan mengangkat I Gusti Ketut Pudja sebagai gubernur kepulauan Sunda Kecil dengan ibu kota di Singaraja membuat I Gusti Ngurah Rai memiliki hubungan yang erat.

Karena hubungannya yang erat dengan I Gusti Ketut Pudja, Ngurah Rai mulai membentuk sebuah angkatan militer dan polisi kecil di pulau itu. Ia pun diakui sebagai Tentara Keamanan Rakyat oleh Sukarno serta diangkat sebagai komandan.

TKR di pulau Sunda Kecil memiliki 13 kompi yang tersebar di seluruh Bali dan dikenal sebagai Ciung Wanara.

Belanda yang merasa gagal menjalin negosiasi dengan I Gusti Ngurah Rai akhirnya melancarkan serangan besar di Bali dengan meminta bantuan dari Lombok.

Tak tinggal diam, Ngurah Rai kemudian memerintahkan kepada pasukannya untuk melakukan Puputan. Arti puputan adalah 'bertarung melawan Belanda hingga titik darah penghabisan'.

Peristiwa yang dikenal sebagai ‘Perang Puputan Margarana’ ini membuat Ngurah Rai bersama 95 pasukannya gugur.

Kontributor : Kanita

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Lifestyle

Terkini

Tampilkan lebih banyak