Sementara Saput Poleng Sudhamala atau berwarna putih, hitam dan abu-abu adalah peralihan dari warna hitam dan putih. Saput poleng Tridatu dengan warna putih, hitam dan merah mengajarkan tiga sifat manusia.
Merah berarti keras, hitam malas dan putih bijak. Jika dikaitkan dengan Dewa Tri Murti, menurut kepercayaan umat Hindu, merah melambangkan dewa Brahma, hitam adalah Dewa Wisnu dan Putih Dewa Siwa.
Makna Simbolik
· Saput poleng rwa bhineda
Baca Juga:Media Asing Viralkan Gunungan Sampah Raksasa di Buleleng
Dalam budaya Bali, saput Poleng merupakan ekspresi penghayatan konsep Rwa Bhineda, yaitu keseimbangan antara baik dan buruk yang menjadi intisari ajaran tantrik (tantrayana). Harapannya, dengan menjaga keseimbangan antara kebaikan dan keburukan, maka tercipta kesejahteraan dalam kehidupan.
· Saput poleng sudhamala
Saput poleng Sudhalama adalah cerminan Rwa Bhineda yang ditengahi oleh perantara, sebagai penyelaras perbedaan dalam Rwa Bhineda.
· Saput poleng tridatu
Saput poleng Tridatu melambangkan ajaran Triguna, yaitu satwam, rajah dan taman. Putih identik dengan kesadaran atau kebijaksanaan (satwam), merah adalah energi atau gerak (rajah) dan hitam melambangkan penghambat (tamah).
Baca Juga:Breaking News, Kapal Snorkeling di Nusa Penida Meledak dan Terbakar
Saput poleng yang dikenakan oleh pecalang atau petugas keamanan desa adat juga memiliki maksud tersendiri, yaitu dimana seseorang dipercayai menjadi pengaman dan mampu dengan tegas memilah yang baik dan buruk.
Pecalang diharapkan bercermin pada saput poleng yang dikenakan, yaitu mengetahui adanya rwabhineda (keadaan baik ataupun buruk). Selanjutnya, melalui kedewasaan intelektual dan kesigapannya mampu mengendalikan situasi.
Fungsi Saput Poleng
Menurut makalah Makna dan Filosofi Kain Poleng, Saput Poleng memiliki beberapa fungsi, berikut di antaranya:
· Sebagai tedung (payung) di Pura.
· Sebagai umbul-umbul.