Kasus yang menyeret tiga tersangka dari pejabat Rektorat Universitas Udayana itu masih dalam proses pendalaman oleh Kejaksaan Tinggi Bali. Sehingga, jumlah tersangka diperkirakan masih akan bertambah.
SPI Mahal Harusnya Tidak Ada
Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Agustina Wilujeng Pramestuti menjelaskan pihak yang bersalah harus diproses secara hukum. Pasalnya menurutnya dana pendidikan di sekolah ataupun pendidikan tinggi tidak banyak yang sampai dikorupsi.
Menurutnya, sistem yang dicanangkan sudah baik, namun kedisiplinan penyelenggara sistem itu yang harus dievaluasi.
Baca Juga:Prediksi Susunan Pemain Jelang Duel Bali United Vs Persebaya
“Dari sekian banyak perguruan tinggi dan sekolah, berapa persentase yang dikorupsi, tidak banyak. Persentasenya tidak besar tapi itu harus diantisipasi. Menurut saya, nomor satu (yang harus dievaluasi) kedisiplinan penyelenggara, kalau sistemnya sudah bagus,” ujar Agustina di sela kunjungan kerja Komisi X DPR RI di Kantor Gubernur Bali, Jumat (17/2/2023).
Agustina menjelaskan amanat Undang-undang Dasar 1945 yang mencanangkan 20 persen APBN untuk pendidikan. Dengan amanat itu, harusnya biaya pendidikan termasuk SPI yang kerap disebut mahal itu tidak ada.
“Harusnya dengan UUD 45 seperti itu, amanat 20 persen anggaran untuk pendidikan itu (harusnya) tidak ada pendidikan mahal. Masalahnya di mana? Koreksi pemerintah,” imbuhnya.
Menurut datanya, pemerintah mengucurkan Rp604 Triliun untuk anggaran pendidikan tahun 2023 ini. Nantinya, untuk operasional pendidikan kelas dasar hingga pendidikan tinggi itu mencapai Rp300 Triliun dari total dana tersebut.
Namun demikian, Agustina menyebut pengadaan SPI masih sah secara hukum. Namun, harusnya SPI tidak harusnya diwajibkan.
Baca Juga:Besok Tumpek Krulut Atau Hari Kasih Sayang Bali, Ini Makna Dan Tradisinya
“Sah secara hukum, hanya saja bersifat tidak wajib. Kalau pemerintah dapat mengatur demikian harusnya uangnya cukup,” pungkasnya.