Kisah Mangku Wayan Lanus Pejuang Asal Bali yang Melawan Penjajah Dengan Klewang

Dahulu Mangku Wayan Lanus adalah seorang pejuang yang menghadapi pasukan Belanda dengan senjata klewang atau parang.

Eviera Paramita Sandi
Rabu, 17 Agustus 2022 | 12:58 WIB
Kisah Mangku Wayan Lanus Pejuang Asal Bali yang Melawan Penjajah Dengan Klewang
Veteran asal Bali, Mangku Wayan Lanus. [Istimewa/beritabali.com]

SuaraBali.id - Kisah veteran di masa perjuangan selalu menjadi pembahasan menarik seputar sejarah Kemerdekaan Republik Indonesia. Seperti halnya veteran di Bali, Mangku Wayan Lanus.

Mangku Wayan Lanus adalah salah satu eks anggota Pasukan Ciung Wanara pimpinan I Gusti Ngurah Rai yang masih hidup.

Dahulu Mangku Wayan Lanus adalah seorang pejuang yang menghadapi pasukan Belanda dengan senjata klewang atau parang.

Saat diwawancara jurnalis Beritabali.com – jaringan suara.com pada tahun 2017, umurnya sudah 90 tahun. Namun fisik Mangku Wayan Lanus masih terbilang cukup bugar, untuk orangtua seusianya.

Baca Juga:Cerita Gusti Ayu Agung Rai Arnila Jadi Pembawa Bendera Pusaka di Lapangan Renon

"Teman-teman saya (sesama pejuang) sudah banyak yang meninggal, jika masih hidup, sudah tidak bisa jalan," ujar Lanus yang pernah bergabung dengan pasukan Ciung Wanara Gusti Ngurah Rai dan Pasukan Nyoman Mudita ini.

Mangku Wayan Lanus adalah pria yang berasal dari Gianyar tepatnya di Banjar Pande, Desa Pejeng.Ia bergabung dengan pasukan Ciung Wanara Gusti Ngurah Rai di Marga Tabanan pada tahun 1945.

Lanus merupakan penyintas sejarah yang sempat terlibat beberapa pertempuran dengan penjajah Belanda.

"Anggota pasukan Ciung Wanara galak-galak, berani-berani, tidak ada yang ditakuti. Belanda yang punya senjata api, dilawan dengan senjata klewang atau pedang panjang dan tajam," ujar Lanus, saat dijumpai di Puri Agung Gianyar pada 17 Agustus 2017 silam.

Setelah sempat bertugas di Marga, Lanus kemudian ditugaskan ke Pejang untuk membantu menangani kerusuhan di Pejeng, antara Pejeng dan Bedulu. Ia bergabung dengan pimpinan pasukan Ciung Wanara Pejeng, Cokorda Anom Sandat.

Baca Juga:Mencari Jejak Sejarah Ktut Tantri dari Kuta Hingga Swara Segara

"Waktu di Pejeng, kami perang dengan NICA, perang dengan sesama warga kita yang merupakan antek penjajah. Banyak rekan saya yang gugur di Pejeng, dibunuh oleh musuh, termasuk dua sahabat baik saya dipunggel (dipenggal) kepalanya oleh musuh," ujarnya.

Lanus mengatakan, jika tidak dipindahtugaskan ke Pejeng, ia pasti akan ikut gugur bersama pasukan Ciung Wanara dan komandannya Gusti Ngurah Rai dalam perang Puputan Margarana 20 Nopember 1946.

"Saat saya dipindahkan ke Pejeng, beberapa hari kemudian terjadi perang di Marga, banyak kawan-kawan saya yang mati di sana saat perang Puputan. Jika saya tidak dipindah ke Pejeng, pasti saya juga sudah mati," ujarnya.

Di hari tuanya, Lanus yang memiliki delapan orang anak ini tinggal di Desa Pejeng Gianyar. Untuk mengisi kesehariannya, Wayan Lanus membuat "katik" atau tusuk sate yang kemudian dijualnya.

Lanus berharap negara Indonesia tetap aman dan bersatu, karena menurutnya, kemerdekaan yang sudah diraih Bangsa Indonesia butuh pengorbanan yang amat besar.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak