SuaraBali.id - Matahari mulai tenggelam di ufuk barat, anak-anak mulai berdatangan meramaikan lapangan yang berukuran kecil di Asrama Transito, Mataram, Lombok. Bola yang cukup usang mulai dilempar, riuh tawa dan tepuk tangan menjadi satu di sebuah lapangan yang berdebu.
Milati Istiqomah Fajarini, remaja yang kini duduk bangku SMP di Kota Mataram punya cerita yang akan dikenangnya hingga dewasa kelak. Ini adalah tentang kesehariannya saat sore menjemput malam, di lapangan Asrama tempat dirinya dan keluarga merasakan suka duka sebagai pengungsi.
Sebuah jaring mulai dibentang untuk membagi tim dalam bermain voli. Pemainnya cukup beragam, mulai dari kategori anak hingga dewasa jadi satu di lapangan.
"Setiap sore kadang main voli sama anak-anak asrama kadang ada juga dari luar komplek," kata Milati kepada Suara.com, Sabtu (23/7/2022).
Baca Juga:Videonya Sempat Viral, Bule Spanyol dari Bali Dikira Jadi Pengamen di Mandalika
Menjadi pengungsi dari jemaah Ahmadiyah, mungkin bukan keinginannya. Namun ia mengaku bahagia dapat berkumpul dan bermain bersama teman-temannya di luar komplek Asrama, Transito.
“Hampir tiap hari bermain,” tegasnya.
Milati juga mengaku nyaman belajar di sekolahnya. Sebab dalam lingkungan sekolah diterima oleh guru maupun siswa lainnya.
"Enggak ada yang ngejek-ngejek di sekolah, pesan ibu kalau ada yang ngejek jangan dihiraukan,” ucap perempuan berkulit sawo matang ini.
Jika rindu melanda, Milati akan meminta diantarkan ke rumah sanak saudarnya di Lombok Timur. Meskipun dalam waktu yang terbilang singkat, namun kerinduan itu bisa terobati.
Baca Juga:Viral Video Jambret di Mataram Tarik Kalung Warga di Rumahnya, Aksinya Cepat
"Kadang kalau selesai lebaran ke sana atau libur semester,” akunya yang tinggal di Asrama Transito sejak kecil ini.