Grudug Langsat, Ritual Perang Warga Karangasem Tiap Hari Raya Galungan

Tradisi ini ditujukan sebagai sarana hiburan yang juga sekaligus memiliki filosofi sebagai aturan atau penengah diantara pikiran dan perbuatan.

Eviera Paramita Sandi
Kamis, 09 Juni 2022 | 13:14 WIB
Grudug Langsat, Ritual Perang Warga Karangasem Tiap Hari Raya Galungan
Tia rahinan Buda Kliwon Dunggulan atau pada saat Hari raya Galungan, warga Banjar Dinas Langsat, Desa Rendang, Karangasem melaksanakan kegiatan "Grudug Langsat". [Foto : Istimewa/beritabali.com]

SuaraBali.id - Ada tradisi unik yang dilakukan warga Banjar Dinas Langsat, Desa Rendang, Karangasem, Bali saat hari raya Galungan atau tiap 6 bulan sekali pada rahinan Buda Kliwon Dunggulan.

Warga melaksanakan kegiatan "Grudug Langsat" yang merupakan salah satu kegiatan yang belakangan ini mulai dilestarikan setiap hari raya Galungan,

Tradisi ini ditujukan sebagai sarana hiburan yang juga sekaligus memiliki filosofi sebagai aturan atau penengah diantara pikiran dan perbuatan antara dua orang yang berseberangan.

"Filosofinya sederhana yaitu jika ada pikiran, perkataan dan perbuatan yang berseberangan dari dua orang dibebas lepaskan pasti akan menimbulkan kegaduhan (magerudugan),” kata Perbekel Desa Rendang, I Nengah Kariasa yang juga selaku Jero Mangku Pura Puseh Rendang Kelodan sekaligus penggagas kegiatan Gerudug Langsat tersebut, Rabu (8/6/2022) sebagaimana diwartakan beritabali.com – jaringan suara.com.

Baca Juga:Banyak Pengusaha Hotel di Bali Keluhkan Sulitnya Dapat Pinjaman Bank

Untuk itulah, katanya dibutuhkan hukum atau aturan yang menjadi penengah. Kegaduhan itu disimbolkan dengan perkelahian antara dua orang peserta yang bersenjatakan daun langsat dengan nyiru kecil sebagai tamengnya sedangkan aturan atau penengahnya disimbolkan oleh barong bangkal yang dihadirkan.

Adapun kegiatan Gerudug Langsat ini berlangsung di areal pertigaan jalan yang ada di kawasan Banjar Langsat.

Sedangkan untuk pesertanya sendiri tidak ada batasan mulai dari anak - anak, remaja, lelaki dewasa hingga para perempuan yang ada di Banjar Langsat.

Dalam pelaksanaannya, dua orang peserta akan saling serang satu sama lainnya ditempat yang telah ditentukan dengan menggunakan daun langsat sebagai senjata dan nyiru (anyaman dari bambu) sebagai tamengnya.

Dengan diiringi tabuhan bebatelan, kedua peserta nantinya akan terus saling menyerang hingga daun langsat yang digunakan sebagai senjata habis barulah pertarungan dinyatakan berakhir, pada saat akhir perkelahian tersebut kemudian munculah penengah berupa barong bangkal sebagai simbol aturan yang mesti ditaati bersama dan kegiatan gerudug langsat pun berakhir.

Baca Juga:Audit Ini Sebut Ada 10 Merek Produk yang Sampah Plastiknya Paling Banyak Berakhir di Alam Bali

Menurut Kariasa, dipilihnya daun langsat sebagai senjata dalam kegiatan tersebut dikarenakan memang di wilayah banjar, Langsat sendiri banyak ditemukan tumbuh pohon langsat.

"Daun langsat gampang lepas jika dipukulkan dan nyiru gampang lepas jika di pakai tameng, sebagai simbol bahwa argumen perdebatan itu semua bersifat rapuh jika tanpa memahami aturan," tandas Kariasa.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini