SuaraBali.id - Musim kemarau di wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) akan mulai terjadi pada bulan April 2022. Hal ini dikemukakan oleh Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG).
"Di 22 zona musim di NTB, 14 persen di antaranya akan memulai kemarau pada Maret dan 86 persen akan memasuki bulan kemarau pada April," kata Kepala Stasiun Klimatologi Lombok Barat BMKG, Nuga Putrantijo, Kamis (31/3/2022).
Menurutnya, zona musim merupakan suatu zonasi wilayah dimana wilayah-wilayah yang tergabung dalam satu zona musim memiliki karakteristik hujan dan musim yang mirip.
Musim kemarau yang akan terjadi di 2022 diperkirakan bersifat normal atau sama dengan rerata klimatologisnya pada 18 ZOM (86 persen), bawah normal atau lebih rendah dibandingkan rerata klimatologisnya pada 2 ZOM (9 persen) dan atas normal atau lebih tinggi dibandingkan rerata klimatologisnya pada 1 ZOM (5 persen).
Sebelumnya di wilayah NTB, pada dua tahun belakangan hujan turun lebih banyak daripada di musim kemarau sebelumnya.
"Pada dua tahun terakhir di wilayah NTB umumnya kita rasakan musim kemarau yang cenderung lebih banyak hujan dibandingkan pada musim kemarau sebelum-sebelumnya," katanya.
Keadan ini terjadi sebagai dampak fenomena La-Nina yang berlangsung sejak pertengahan 2020 hingga di awal 2022 ini. Menghadapi musim kemarau 2022 yang akan terjadi sifatnya yang cenderung normal, masyarakat di NTB perlu mewaspadai terjadinya kekeringan, mengingat besarnya potensi bencana tersebut di NTB baik pada saat kondisi yang normal hingga bawah normal.
"Kedatangan musim kemarau umumnya berkaitan erat dengan peralihan angin barat (Monsun Asia) menjadi angin timur (Monsun Australia)," katanya.
BMKG memprediksi peralihan angin monsun akan terjadi pada akhir Maret 2022 dan setelah itu monsun Australia akan mulai aktif sehingga musim kemarau 2022 di Indonesia diperkirakan umumnya akan dimulai pada April.
Sedangkan melihat pada anomali iklim global menunjukkan kondisi La Nina diprediksi masih akan terus berlangsung hingga Maret 2022. Namun dengan intensitas yang terus melemah menuju netral.
Sedangkan pemantauan kondisi Indian Ocean Dipole Mode (IOD) diprediksi Netral.
"IOD negatif hingga April - Juli 2022," katanya.
Puncak musim kemarau 2022 diprediksi terjadi pada Juli - Agustus 2022. Karena itu kementerian/lembaga, pemerintah daerah, institusi terkait dan seluruh masyarakat diharapkan lebih siap dan antisipatif terhadap kemungkinan dampak musim kemarau yaitu kekeringan meteorologis, kebakaran hutan dan lahan serta ketersediaan air bersih.
"Pada masa peralihan dari musim hujan ke musim kemarau saat ini pemerintah daerah dapat lebih mengoptimalkan penyimpanan air untuk memenuhi danau, waduk, kolam retensi, dan penyimpanan air buatan lainnya di masyarakat melalui gerakan memanen air hujan," katanya. (ANTARA)