Anak keempat kemudian akan diberi nama Ketut, yang berasal dari kata 'Ke' dan 'Tuwut', yang memiliki makna mengikuti atau mengekor. Jika sebuah keluarga memiliki anak lebih dari empat, maka anak kelima hingga seterusnya akan mengulang siklus nama yang sama dimulai dari Wayan hingga Ketut sesuai jumlah anaknya.
3. Kasta
Selain jenis kelamin dan urutan kelahiran, faktor kasta atau wangsa dalam lapisan masyarakat turut mengambil peran dalam nama orang Bali.
"Kalau kasta udah enggak berlaku secara kedudukan. Tapi, kalau secara silsilah keluarga masih dipakai. Khususnya untuk ngasih nama anak, untuk menunjukkan bahwa ada keturunan raja, tapi secara fungsi, sih, sudah enggak berlaku," ungkap wanita yang kini berdomisili di Bekasi ini.
Misalnya saja, wangsa Brahmana atau yang merupakan keturunan dari pendeta akan diberi nama Ida Ayu (bagi perempuan) dan Ida Bagus (untuk laki-laki). Biasanya, Ida Ayu kemudian disingkat pula untuk memudahkan pengucapan menjadi Dayu.
Untuk tingkatan wangsa kedua, yaitu Kesatria, ada banyak gelar yang bisa disematkan pada anak laki-laki atau perempuannya. Sebab kasta Kesatria bukan hanya terbatas pada keturunan raja saja, tapi juga anak-anak raja yang tidak menjadi raja, pembantu kerajaan seperti abdi dalem, dan juga para pendekar.
Beberapa contoh nama bagi anak laki-laki yang diperuntukkan untuk wangsa Kesatria antara lain Dewa, Anak Agung, Cokorda, Ngakan, Bagus, dan Sang. Sedangkan untuk anak perempuan, biasanya menggunakan nama Ayu, Desak, Istri atau Sakti.
Desak Putu Virginia Wulandari, atau yang lebih akrab dipanggil Wulan misalnya. Melalui nama awalannya, kamu dapat mengetahui bahwa ia masih merupakan keturunan dari wangsa Kesatria.
Wangsa atau kasta selanjutnya adalah Waisya. Waisya merupakan kelompok masyarakat di luar istana yang berfungsi untuk menggerakkan ekonomi, pembangunan dan perindustrian.
Misalnya saja saudagar, penguasa, atau pedagang.