Viral Penutupan Jalan di Kampung Bugis Kota Denpasar, Bendesa Adat Serangan dan Ipung Buka Suara

Polemik penutupan akses jalan menggunakan susunan batako

Muhammad Yunus
Minggu, 13 Maret 2022 | 10:31 WIB
Viral Penutupan Jalan di Kampung Bugis Kota Denpasar, Bendesa Adat Serangan dan Ipung Buka Suara
Kolase Jro Bendesa Desa Pakraman Serangan, I Made Sedana dan Siti Sapura alias Ipung [SuaraBali.id/Yosef Rian]

SuaraBali.id - Polemik penutupan akses jalan menggunakan susunan batako di Jalan Tukad Punggawa, Kampung Bugis, Desa Serangan, Kota Denpasar, yang belum lama ini viral di berbagai lini media sosial di Bali masih terus bergulir.

Pihak Desa Jro Bendesa Desa Pakraman Serangan, I Made Sedana maupun Siti Sapura alias Ipung masing-masing sudah buka suara. Meskipun belum berembug langsung secara tatap muka membahas persoalan atas tanah ini.

Ipung mengaku melakukan aksi penutupan jalan itu. Karena sudah beberapa kali merasa terganggu bahkan tanah milik almarhum ayahnya Daeng Abdul Kadir yang dibeli sejak tahun 1957 beberapa kali diklaim oleh oknum-oknum mafia tanah.

"Sebenarnya saya sudah lelah, tanah saya ini tidak pernah berhenti diganggu sejak tahun 1974 pasca meninggalnya bapak kandung saya, Daeng Abdul Kadir," terangnya di Denpasar, Minggu 13 Maret 2022.

Baca Juga:BI Bali Sebut Peningkatan Kasus Omicron Dorong Kontraksi Bisnis Ritel

Ia merasa keberatan kepada para pihak yang mengatakan bahwa jalan tersebut merupakan jalan milik Pemerintah Kota Denpasar berdasarkan SK atau surat keputusan.

Menurutnya, SK atau surat keputusan hanya berlaku untuk pejabat intern saja dan tidak ada SK yang dikeluarkan untuk mengklaim hak kepemilikan seseorang.

"Hak seseorang hanya bisa diputuskan berdasarkan penetapan pengadilan. Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung," tandasnya.

Ipung merupakan anak dari almarhum Daeng Abdul Kadir, tokoh yang membangun Kampung Bugis di Serangan. Dijelaskan Ipung, bahwa Daeng Abdul Kadir telah memiliki tanah itu sejak tahun 1957.

Dirinya meminta kepada unsur pemerintahan dari tingkat Kecamatan Denpasar Selatan hingga Kelurahan Serangan untuk membuka buku register. Ia menjelaskan bahwa tanah miliknya yang dibangun jalan tersebut berada di paling ujung berbatasan langsung dengan laut.

Baca Juga:Lupakan Kemenangan Lawan Persiraja, Bali United Alihkan Fokus Hadapi Arema FC

Menurut Ipung, buku register tersebut tercatat bahwa tanah tersebut bukan tanah milik Pemkot Denpasar, melainkan tanah milik Daeng Abdul Kadir yang dibeli pada tahun 1957.

"Buka buku register, biar tahu bahwa Daeng Abdul Kadir bukan orang sembarangan, dia yang membangun Banjar Kampung Bugis Serangan, dan menjadi Klian Dinas Kampung Bugis," sebutnya

"Itu tanah milik Daeng Abdul Kadir yang dibeli pada tahun 1957 dari almarhum Sikin, selaku ahli waris dari H Abdurahman, mantan Kepala Desa Serangan," jabar Ipung Advokat Hukum dan Mediator sekaligus pemerhati Perempuan dan Anak itu.

Ipung menegaskan bahwa dirinya tidak ada persoalan dengan warga Desa Serangan. Dirinya meminta agar warga tidak terprovokasi dan mau diadu domba oleh oknum-oknum tak bertanggungjawab.

Ia mempertanyakan PT BTID (Bali Turtle Island Development) yang baru masuk ke Desa Serangan pada tahun 1996 bisa mengklaim bahwa tanah tersebut milik perusahaan tersebut. Ipung punya bukti secara hukum yang menyatakan bahwa tanah tersebut merupakan tanah miliknya yang sah.

"PT BTID baru masuk ke Desa Serangan pada tahun 1996 dan hanya menguruk laut, sementara Daeng Abdul Kadir telah memiliki tanah tersebut sejak 1957. Lalu bagaimana ceritanya PT BTID bisa mengklaim tanah eks eksekusi tersebut milik mereka," paparnya.

Sejak tahun 1957 itu sudah ada putusan yang menetapkan bahwa tanah yang ada di Kampung Bugis seluas 1,12 hektar milik ayahnya dan ada tanah miliknya seluas 0,995 hektar.

Tertulis dalam Pipil Nomor 2, Persil Nomor 15C memiliki luas 0,995 hektar milik Ipung dan Pipil Nomor 2, Persilangan Nomor 15A memiliki luas 1,12 hektar tanah milik ayahnya, Daeng Abdul Kadir.

Ipung yang mengaku satu kampung dan berteman sejak kecil dengan Jero Bendesa Desa Pakraman Serangan, I Made Sedana bahkan satu sekolah di sekolah dasar yang sama.

Sementara versi pihak Kelurahan/Desa Serangan asal usul lahan yang dibangun jalan tersebut berasal dari PT. BTID diserahkan kepada desa.

Made Sedana mengaku tidak tahu menahu asal usul tanah tersebut dibangun jalan. Ia mengklarifikasi pernyataan yang sempat dibantah Ipung bahwa Made Sedana tidak mengetahui sejarah kepemilikan tanah itu.

"Yang saya maksud adalah, bahwa saya tidak tahu kenapa tanah tersebut sampai dibangun jalan. Bukan tanah itu milik siapa," kata Jro Bendesa yang didampingi selaku prajuru baga palemahan saat dijumpai terpisah.

Dijelaskan dia, berdasarkan data yang diperoleh dari prajuru baga palemahan Desa Adat Serangan, jalan yang dibangun saat ini sesuai dengan posisi tanah dengan pipil nomor 2, persil nomor 15a memiliki luas 1,12 hektar, milik Daeng Abdul Kadir.

"Itu berdasarkan data yang kami peroleh dari prajuru baga palemahan," ucapnya.

Ipung juga mengaku pernah menyerahkan sejumlah uang kepada Made Sedana, mengenai uang itu, Jro Bendesa mengakui telah menerimanya sebagai bentuk dana punia kepada desa.

"Uang itu memang benar diberikan oleh Ibu Ipung sebagai bentuk dana punia, dan uang tersebut sudah masuk ke kas desa. Ada laporan pertanggungjawabannya kok," ujarnya didampingi Bendahara Desa Adat Serangan, I Made Dastra.

Made Sedana mengatakan dirinya menerima surat dari pihak PT BTID yang ditujukan kepada Desa Serangan pada tanggal 10 Maret 2022.

Surat tersebut berisi pihak PT BTID menanyakan terkait pernyataan Kasatgas Polhut Tahura Agus Santoso dan perwakilan BPN Kota Denpasar.

"Ini untuk menghindari kesimpangsiuran informasi, serta dijadikan data oleh pihak BTID," jelasnya.

Prajuru Baga Palemahan Desa Adat Serangan, I Wayan Sukeratha menjelaskan, bahwa sebelumnya Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Bali telah mengeluarkan surat bahwa tanah yang dibangun jalan bukan berada di kawasan hutan.

"Jadi surat dari Dinas Kehutanan Provinsi Bali ini yang ditanyakan oleh pihak BTID," kata I Wayan Sukeratha.

Lurah Serangan Wayan Karma menerangkan yang ia ketahui bahwa tanah tersebut sudah menjadi jalan akses publik melalui SK Walikota dan dinas terkait.

"Itu jalan publik sesuai SK Walikota, memang ada penyerahan berkaitan dengan itu, PT Bali Turtle Island Development (BTID) ke desa, desa memberikan untuk fasilitas umum," jelasnya.

Terpisah, Kapolresta Denpasar AKBP Bambang Yugo Pamungkas meminta para pihak mengedepankan rembug. Melalui forum Si Pandu Beradat (Sistem Pengamanan Lingkungan Terpadu Berbasis Desa Adat) untuk mendapatkan kesepakatan bersama.

"Kita mengedepankan si Pandu Beradat untuk menyelesaikan ini. Jadi untuk sementara karena itu jalan umum, disepakati dibuka. Nanti dimediasi sama-sama dari Polri, Bendesa Adat, TNI dan Pemerintahan dengan mengedepankan si Pandu Beradat," jelasnya.

Adapun jalan yang sempat ditutup batako yang disusun setinggi lutut orang dewasa itu akhirnya langsung dibongkar hari itu juga dan bisa diakses kembali oleh masyarakat sekitar.

Kontributor Bali : Yosef Rian

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini