SuaraBali.id - Polemik penutupan akses jalan menggunakan susunan batako di Jalan Tukad Punggawa, Kampung Bugis, Desa Serangan, Kota Denpasar, yang belum lama ini viral di berbagai lini media sosial di Bali masih terus bergulir.
Pihak Desa Jro Bendesa Desa Pakraman Serangan, I Made Sedana maupun Siti Sapura alias Ipung masing-masing sudah buka suara. Meskipun belum berembug langsung secara tatap muka membahas persoalan atas tanah ini.
Ipung mengaku melakukan aksi penutupan jalan itu. Karena sudah beberapa kali merasa terganggu bahkan tanah milik almarhum ayahnya Daeng Abdul Kadir yang dibeli sejak tahun 1957 beberapa kali diklaim oleh oknum-oknum mafia tanah.
"Sebenarnya saya sudah lelah, tanah saya ini tidak pernah berhenti diganggu sejak tahun 1974 pasca meninggalnya bapak kandung saya, Daeng Abdul Kadir," terangnya di Denpasar, Minggu 13 Maret 2022.
Baca Juga:BI Bali Sebut Peningkatan Kasus Omicron Dorong Kontraksi Bisnis Ritel
Ia merasa keberatan kepada para pihak yang mengatakan bahwa jalan tersebut merupakan jalan milik Pemerintah Kota Denpasar berdasarkan SK atau surat keputusan.
Menurutnya, SK atau surat keputusan hanya berlaku untuk pejabat intern saja dan tidak ada SK yang dikeluarkan untuk mengklaim hak kepemilikan seseorang.
"Hak seseorang hanya bisa diputuskan berdasarkan penetapan pengadilan. Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung," tandasnya.
Ipung merupakan anak dari almarhum Daeng Abdul Kadir, tokoh yang membangun Kampung Bugis di Serangan. Dijelaskan Ipung, bahwa Daeng Abdul Kadir telah memiliki tanah itu sejak tahun 1957.
Dirinya meminta kepada unsur pemerintahan dari tingkat Kecamatan Denpasar Selatan hingga Kelurahan Serangan untuk membuka buku register. Ia menjelaskan bahwa tanah miliknya yang dibangun jalan tersebut berada di paling ujung berbatasan langsung dengan laut.
Baca Juga:Lupakan Kemenangan Lawan Persiraja, Bali United Alihkan Fokus Hadapi Arema FC
Menurut Ipung, buku register tersebut tercatat bahwa tanah tersebut bukan tanah milik Pemkot Denpasar, melainkan tanah milik Daeng Abdul Kadir yang dibeli pada tahun 1957.
"Buka buku register, biar tahu bahwa Daeng Abdul Kadir bukan orang sembarangan, dia yang membangun Banjar Kampung Bugis Serangan, dan menjadi Klian Dinas Kampung Bugis," sebutnya
"Itu tanah milik Daeng Abdul Kadir yang dibeli pada tahun 1957 dari almarhum Sikin, selaku ahli waris dari H Abdurahman, mantan Kepala Desa Serangan," jabar Ipung Advokat Hukum dan Mediator sekaligus pemerhati Perempuan dan Anak itu.
Ipung menegaskan bahwa dirinya tidak ada persoalan dengan warga Desa Serangan. Dirinya meminta agar warga tidak terprovokasi dan mau diadu domba oleh oknum-oknum tak bertanggungjawab.
Ia mempertanyakan PT BTID (Bali Turtle Island Development) yang baru masuk ke Desa Serangan pada tahun 1996 bisa mengklaim bahwa tanah tersebut milik perusahaan tersebut. Ipung punya bukti secara hukum yang menyatakan bahwa tanah tersebut merupakan tanah miliknya yang sah.
"PT BTID baru masuk ke Desa Serangan pada tahun 1996 dan hanya menguruk laut, sementara Daeng Abdul Kadir telah memiliki tanah tersebut sejak 1957. Lalu bagaimana ceritanya PT BTID bisa mengklaim tanah eks eksekusi tersebut milik mereka," paparnya.