Polemik Tanah di Kampung Bugis Serangan Kembali Memanas, Kini Ipung Tutup Jalan Dengan Batako

Penutupan akses jalan dengan batako setinggi setinggi lutut orang dewasa itu juga viral di media sosial. Tumpukan batako dipasang memenuhi badan jalan.

Eviera Paramita Sandi
Kamis, 10 Maret 2022 | 08:05 WIB
Polemik Tanah di Kampung Bugis Serangan Kembali Memanas, Kini Ipung Tutup Jalan Dengan Batako
Sebuah akses jalan di Jalan Tukad Punggawa wilayah Kampung Bugis, Desa Serangan, Denpasar Selatan, Kota Denpasar, Bali ditutup batako pada Rabu (9/3/2022). [Foto : Suara.com/Yosef Rian]

SuaraBali.id - Warga di Desa Serangan Denpasar dihebohkan dengan penutupan akses jalan di Jalan Tukad Punggawa Kampung Bugis, Kelurahan Serangan Denpasar, Bali 

Penutupan akses jalan dengan batako setinggi setinggi lutut orang dewasa itu juga viral di media sosial. Tumpukan batako dipasang memenuhi badan jalan sehingga tak bisa dilalui warga.

Aksi nekat itu ternyata dilakukan oleh seorang warga bernama Siti Sapura mengaku bahwa tanah miliknya. Lurah Serangan, Wayan Karna menuturkan pihaknya bersama Camat, Wakapolsek dan Danramil ingin mengajak Siti Sapura alias Ipung untuk berembug. 

Saat itu warga desa setempat tidak ada yang mengetahui penutupan akses jalan itu karena sedang ada upacara adat.

"Penutupan itu tadi pagi, atas perintah camat lalu dibongkar disaksikan Dinas Perhubungan, Satpol PP dan Kepolisian siangnya langsung dibongkar dan lalu lintas normal kembali, saat sedang ada upacara, tidak ada yang tahu, tukangnya juga sudah hilang," ungkapnya.

Wayan Karma menuturkan bahwa tanah tersebut sudah menjadi jalan akses publik melalui SK Walikota dan dinas terkait.

"Itu jalan publik sesuai SK Walikota, memang ada penyerahan berkaitan dengan itu, PT Bali Turtle Island Development (BTID) ke desa, desa memberikan untuk faislitas umum," kata dia. 

Wayan Karma pun menyayangkan aksi penutupan jalan secara sepihak yang membuat heboh warga itu, seharusnya ada koordinasi terlebih dahulu dengan pihak kelurahan.

Secara terpisah, Siti Sapura alias Ipung memberikan keterangan ia mengatakan penutupan itu dilakukan di atas lahan miliknya di kawasan Kampung Bugis, Kelurahan Serangan, Denpasar Selatan.

Ipung mengaku sudah lelah karena tanah miliknya itu terus menerus diganggu oleh oknum-oknum sejak tahun 1974, setelah ayahnya Daeng Abdul Kadir meninggal dunia.

Di antaranya 36 KK yang menempati dan membuat bangunan di atas tanah miliknya dengan dalil tanah tersebut wakaf dari Cokorda Pemecutan, almarhum.

"36 KK itu menempati tanah saya yang tadinya setengah hektare adalah kosong. Mereka ini tiba-tiba datang sebagai seorang penggugat yang mengatakan dia adalah orang Bugis, padahal mereka tidak ada satupun dari 36 KK itu orang Bugis," tuturnya.

"Sebenarnya saya bukan orang yang keras ya, bukan orang yang tidak bisa bertoleransi, bukan yang tidak bisa diajak bicara, bukan yang tidak punya hati. Saya punya semua itu sebagaimana manusia pada umumnya," imbuh Ipung

Pada tanggal 3 Januari 2017, Ipung yang secara sah selaku pemilik kemudian melakukan eksekusi lahan yang ditempati secara ilegal oleh 36 KK tersebut.

Namun tiba-tiba pada tahun 2021, PT BTID mengklaim sebagian tanah milik Ipung adalah tanah eks kehutanan. Itu dilakukan PT BTID dengan menyurati Desa Adat Serangan.

Ipung lantas mempertanyakan klaim sepihak PT BTID. Pasalnya, tanah miliknya yang dibangun jalan oleh PT BTID berada paling ujung atau di sebelah timur, dan sebelumnya lagi ada dua objek bidang tanah.

"Tanah ini satu garis lurus dengan tanah saya, kenapa yang dua blok ini diakui sebagai tanah hak milik, kenapa yang 1,12 hektare ini tidak diakui? Aneh gak. Sedangkan saat dia membikin jalan, saat itu ahli waris pemilik tanah, almarhum Muhamad Taib dipanggil ke kantor lurah sebelum berita acara ditandatangani pada tanggal 27 April 2016, kalau tanahnya akan dijadikan jalan," bebernya.

"Logikanya berpikir kemana itu yang menyebabkan saya marah, sedangkan pada saat penandatanganan tanggal 2 Mei 2016, ahli waris pemilik tanah almarhum Muhamad Taib diundang, diajak bicara. Sedangkan saya, jangankan diundang, malah dia mengklaim tanah bekas eksekusi milik mereka, itulah kenapa saya memilih menutup jalan itu," jabarnya.

Ipung dengan tegas menyatakan bukan orang jahat dan tidak mau bertoleransi. Sebagai anak Daeng Abdul Kadir, dirinya mengaku bisa diajak bicara. 

Karena ketika membeli tanah pada tahun 1957, ayahnya menggunakan uang, bukan memakai kertas.

"Kalau anda mau pakai jalan umum, tolong dong ngomong sama saya. Mau bagaimana, tapi kalau sampai mau pakai jalan 1 sampai 3 meter aku ikhlaskan kok. Tapi ini 112 meter x 6 meter, logikanya bagaimana, saya bukan orang jahat, ajak saya bicara," tandasnya.

Ia juga mengaku empat kali dihubungi tak lama setelah menutup jalan dan disuruh menghadap ke Kantor Camat Denpasar Selatan. Penelepon mengatakan ia diundang oleh Sekda Kota Denpasar, Lurah Serangan dan Bendesa Adat Serangan.

Namun dikarenakan undangan tersebut tak layak karena merasa dipanggil seenaknya, Ipung memilih untuk tidak datang.

"Saya bertanya begini, apa dipikir saya anak pembantumu yang bisa dipanggil seenak hatimu. Apakah itu menghargai saya sebagai anak manusia. Bukannya saya minta dihargai terlalu tinggi, tapi etika kalian yang gak ada. Polisi saja loh, memanggil seorang terlapor atau saksi pakai surat, kok ini seenak udelnya," tegasnya.

Sementara itu Jero Bendesa Desa Pakraman Serangan, I Made Sedana yang turun langsung ke jalan ditutup mengatakan sangat terkejut. Meski terkejut, ia hanya menyatakan tidak bisa berbuat banyak.

Oleh karenanya, Made Sedana berharap pemerintah segera turun tangan untuk mempertemukan para pihak agar persoalan ini tidak berlarut-larut.

"Yang kami mohonkan sekarang adalah agar jalan dibuka dulu, karena kasihan warga tidak bisa melintas. Untuk bagaimana nanti penyelesaiannya, agar para pihak bisa duduk bersama," tuturnya.

Terpisah, Kapolresta Denpasar AKBP Bambang Yugo Pamungkas mengatakan sudah dilakukan pembahasan lebih lanjut mengenai polemik tersebut. Pihak kepolisian hadir di TKP untuk mengantisipasi keributan menyelesaikan permasalahan tersebut.

"Tadi sudah ada pertemuan dengan Pak Camat, Kapolsek, Danramil, Jro Bendesa, Prajuru Desa. Pertemuannya di Kelurahan Serangan tadi jam 11.30 wita, setelah ada penutupan itu, dari Polsek Denpasar Selatan, Bendesa Adat dan lainnya melakukan pertemuan dengan warga. Kemudian ada kesepakatan untuk dibuka sementara waktu," paparnya 

AKBP Bambang Yugo Pamungkas mengingatkan kepada para pihak agar memanfaatkan forum Pandu Beradat untuk mendapatkan kesepakatan bersama.

"Di Bali kita mengedepankan si Pandu Beradat untuk menyelesaikan ini. Jadi untuk sementara karena itu jalan umum, disepakati dibuka. Nanti dimediasi sama-sama dari Polri, Bendesa Adat, TNI dan Pemerintahan dengan mengedepankan si Pandu Beradat," pungkasnya.

Kontributor Bali : Yosef Rian

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini