Polemik Tanah di Kampung Bugis Serangan Kembali Memanas, Kini Ipung Tutup Jalan Dengan Batako

Penutupan akses jalan dengan batako setinggi setinggi lutut orang dewasa itu juga viral di media sosial. Tumpukan batako dipasang memenuhi badan jalan.

Eviera Paramita Sandi
Kamis, 10 Maret 2022 | 08:05 WIB
Polemik Tanah di Kampung Bugis Serangan Kembali Memanas, Kini Ipung Tutup Jalan Dengan Batako
Sebuah akses jalan di Jalan Tukad Punggawa wilayah Kampung Bugis, Desa Serangan, Denpasar Selatan, Kota Denpasar, Bali ditutup batako pada Rabu (9/3/2022). [Foto : Suara.com/Yosef Rian]

Ipung lantas mempertanyakan klaim sepihak PT BTID. Pasalnya, tanah miliknya yang dibangun jalan oleh PT BTID berada paling ujung atau di sebelah timur, dan sebelumnya lagi ada dua objek bidang tanah.

"Tanah ini satu garis lurus dengan tanah saya, kenapa yang dua blok ini diakui sebagai tanah hak milik, kenapa yang 1,12 hektare ini tidak diakui? Aneh gak. Sedangkan saat dia membikin jalan, saat itu ahli waris pemilik tanah, almarhum Muhamad Taib dipanggil ke kantor lurah sebelum berita acara ditandatangani pada tanggal 27 April 2016, kalau tanahnya akan dijadikan jalan," bebernya.

"Logikanya berpikir kemana itu yang menyebabkan saya marah, sedangkan pada saat penandatanganan tanggal 2 Mei 2016, ahli waris pemilik tanah almarhum Muhamad Taib diundang, diajak bicara. Sedangkan saya, jangankan diundang, malah dia mengklaim tanah bekas eksekusi milik mereka, itulah kenapa saya memilih menutup jalan itu," jabarnya.

Ipung dengan tegas menyatakan bukan orang jahat dan tidak mau bertoleransi. Sebagai anak Daeng Abdul Kadir, dirinya mengaku bisa diajak bicara. 

Karena ketika membeli tanah pada tahun 1957, ayahnya menggunakan uang, bukan memakai kertas.

"Kalau anda mau pakai jalan umum, tolong dong ngomong sama saya. Mau bagaimana, tapi kalau sampai mau pakai jalan 1 sampai 3 meter aku ikhlaskan kok. Tapi ini 112 meter x 6 meter, logikanya bagaimana, saya bukan orang jahat, ajak saya bicara," tandasnya.

Ia juga mengaku empat kali dihubungi tak lama setelah menutup jalan dan disuruh menghadap ke Kantor Camat Denpasar Selatan. Penelepon mengatakan ia diundang oleh Sekda Kota Denpasar, Lurah Serangan dan Bendesa Adat Serangan.

Namun dikarenakan undangan tersebut tak layak karena merasa dipanggil seenaknya, Ipung memilih untuk tidak datang.

"Saya bertanya begini, apa dipikir saya anak pembantumu yang bisa dipanggil seenak hatimu. Apakah itu menghargai saya sebagai anak manusia. Bukannya saya minta dihargai terlalu tinggi, tapi etika kalian yang gak ada. Polisi saja loh, memanggil seorang terlapor atau saksi pakai surat, kok ini seenak udelnya," tegasnya.

Sementara itu Jero Bendesa Desa Pakraman Serangan, I Made Sedana yang turun langsung ke jalan ditutup mengatakan sangat terkejut. Meski terkejut, ia hanya menyatakan tidak bisa berbuat banyak.

Oleh karenanya, Made Sedana berharap pemerintah segera turun tangan untuk mempertemukan para pihak agar persoalan ini tidak berlarut-larut.

"Yang kami mohonkan sekarang adalah agar jalan dibuka dulu, karena kasihan warga tidak bisa melintas. Untuk bagaimana nanti penyelesaiannya, agar para pihak bisa duduk bersama," tuturnya.

Terpisah, Kapolresta Denpasar AKBP Bambang Yugo Pamungkas mengatakan sudah dilakukan pembahasan lebih lanjut mengenai polemik tersebut. Pihak kepolisian hadir di TKP untuk mengantisipasi keributan menyelesaikan permasalahan tersebut.

"Tadi sudah ada pertemuan dengan Pak Camat, Kapolsek, Danramil, Jro Bendesa, Prajuru Desa. Pertemuannya di Kelurahan Serangan tadi jam 11.30 wita, setelah ada penutupan itu, dari Polsek Denpasar Selatan, Bendesa Adat dan lainnya melakukan pertemuan dengan warga. Kemudian ada kesepakatan untuk dibuka sementara waktu," paparnya 

AKBP Bambang Yugo Pamungkas mengingatkan kepada para pihak agar memanfaatkan forum Pandu Beradat untuk mendapatkan kesepakatan bersama.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Terkini