Dua Tahun Hilang Karena Pandemi, Kini Malam Pengerupukan di Bali Kembali Dengan Ogoh-ogoh Dan Baleganjur

Pantauan di seputaran jalanan Kota Denpasar suasana hiruk pikuk Pengerupukan, tradisi yang dijalankan masyarakat Hindu Bali begitu kental.

Eviera Paramita Sandi
Rabu, 02 Maret 2022 | 19:55 WIB
Dua Tahun Hilang Karena Pandemi, Kini Malam Pengerupukan di Bali Kembali Dengan Ogoh-ogoh Dan Baleganjur
Ogoh-ogoh saat diarak di kawasan Banjar Dukuh Mertajati, Sidakarya, Denpasar Selatan, Denpasar, Bali, pada Rabu (2/3/2022) malam [Suara.com/Yosef Rian]

SuaraBali.id - Setelah 2 tahun pandemi COVID-19 melanda Pulau Dewata, dua kali malam Nyepi di Bali sepi tanpa ogoh-ogoh dan baleganjur yang diarak ke jalanan. Namun kini atmosfer itu kembali terasa setelah Gubernur Bali Wayan Koster beserta Majelis Desa Adat (MDA) memberi izin untuk pawai ogoh-ogoh di wewidangan banjar.

Hingga akhirnya malam ini, Rabu (2/3/2022)suasana sebelum pandemi Covid-19 melanda kembali terasa saat malam pengerupukan atau malam jelang Nyepi. Meskipun tak semua banjar di Bali membuat dan mengarak ogoh-ogoh.

Pantauan di seputaran jalanan Kota Denpasar suasana hiruk pikuk Pengerupukan, tradisi yang dijalankan masyarakat Hindu Bali begitu kental. Di tiap-tiap banjar rata-rata mulai memamerkan Ogoh-ogoh karya para teruna di pinggir jalan.

Baca Juga:Harmonisasi Budaya dan Keberagaman di Kampung Bali Jelang Hari Raya Nyepi dan HUT Kota Bekasi

Penampakan ogoh-ogoh itu pun menyedot animo masyarakat yang sengaja datang untuk menyaksikan pawai ogoh-ogoh. Mereka rata-rata sudah mempersiapkan diri datag sembari membawa bekal camilan untuk menikmati suasana malam Pengerupukan bersama keluarga dari pinggir jalan.

ST Tunas Muda, Banjar Dukuh Mertajati Sidakarya membuat ogoh-ogoh yang diberi nama Gerubug menjadi yang terbaik di Denpasar. Ogoh-ogoh ini turut diarak.

Sebuah Ogoh-ogoh saat diarak di kawasan Banjar Dukuh Mertajati, Sidakarya, Denpasar Selatan, Denpasar, Bali, pada Rabu (2/3/2022) malam [Suara.com/Yosef Rian]
Sebuah Ogoh-ogoh saat diarak di kawasan Banjar Dukuh Mertajati, Sidakarya, Denpasar Selatan, Denpasar, Bali, pada Rabu (2/3/2022) malam [Suara.com/Yosef Rian]

Persiapan sudah dimulai dari sore hari, masyarakat berduyun-duyun merapat ke sekitar banjar, alat musik tetabuhan, gamelan Bali terus berbunyi sepanjang malam.

Masyarakat Hindu Bali percaya pada saat malam Pengerupukan ogoh-ogoh simbol Bhuta Kala yang diarak kemudian dibakar untuk mengusir energi negatif, kejahatan, membersihkan lingkungan menjelang catur brata penyepian di Hari Suci Nyepi.

Ketua ST Tunas Muda, I Putu Ade Widiantara menjelaskan ogoh-ogoh berwujud sosok perempuan memiliki enam tangan tubuh terbelit rantai yang diarak ini memiliki filosofi tentang COVID-19 yang membelenggu sendi-sendi kehidupan umat manusia selama dua tahun terakhir ini.

Baca Juga:2 Tahun Pandemi: Cerita Penggali Kubur di TPU Jombang Tangsel, Disemprot Keluarga Korban-Kerja Sampai Pagi

Ogoh-ogoh tersebut dibuat dengan bahan ramah lingkungan, seperti arang, sekam, batok kelapa, ijuk, ranting pohon, dan kambennya yang dibuat secara khusus dari masker. 

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak