Meski Diizinkan Gubernur Koster, Desa Adat Terbesar di Bali Ini Kompak Tak Buat Ogoh-ogoh

Sebanyak 50 banjar adat di Desa Adat Kerobokan sepakat tidak Nyomya ogoh-ogoh.

Eviera Paramita Sandi
Jum'at, 25 Februari 2022 | 06:35 WIB
Meski Diizinkan Gubernur Koster, Desa Adat Terbesar di Bali Ini Kompak Tak Buat Ogoh-ogoh
ILUSTRASI - Umat Hindu mengarak Ogoh - ogoh dan sejumlah kesenian lain seperti Ondel - ondel, Barongsai juga Arakan Singa di sepanjang Jalan Cinere Raya, Depok, Jawa Barat, Rabu (6/3). [Suara.com/Arief Hermawan P]

Ketua STT Satya Kencana, Banjar Tegallantang Kaja, Desa Adat Kerobokan, Gede Juliadi (32) mengkhawatirkan timbulnya kerumunan jika mengarak ogoh-ogoh meskipun di wewidangan banjar, meskipun dibatasi 25 peserta dan wajib swab antigen. Selain itu, kata dia, jika dibatasi 25 orang kurang euforia.

Sebab dari aturan pembatasan - pembatasan, meskipun yang hanya diperbolehkan mengarak hanya 25 orang, namun ogoh-ogoh di sisi lain bisa menarik perhatian masyarakat sekitar untuk menyaksikan yang ujung-ujungnya berpotensi terjadi kerumunan.

"Untuk tahun ini kami terlanjur tidak buat ogoh-ogoh karena peraturan berubah-ubah. Kita rapat terjadi kesepakatan, protokol ketat jadinya tanggung, euforia kurang dan tentu tanggung jawabnya besar sebagai panitia apabila terjadi pelanggaran prokes yang tidak dikehendaki sehingga sepakat tidak ikut Nyomya ogoh-ogoh," tutur dia.

Yoga dan anggota STT Satya Kencana terakhir membuat ogoh-ogoh di tahun 2020 lalu sebelum pandemi COVID-19 merajalela dan sudah tidak memiliki ogoh-ogoh karena telah dibakar tahun 2021 lalu saat masa pandemi COVID-19.

Sekali membuat ogoh-ogoh, dikatakannya menelan dana hingga Rp 40 juta, dan sebelum ada dana dari pemerintah tahun 2018 mereka mencari sumbangan ke usaha-usaha besar di seputar banjar.

"Kalau niat membuat pasti ada, tapi aturan berubah-ubah, dan waktu juga terus mepet, ya akhirnya legowo saja," pungkas dia.

Kontributor Bali : Yosef Rian

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Terkini