Supriadi menuturkan bahwa pembelian tanah itu dari penjual atas nama Mahir. Kemudian terdapat sisa lahan dari 300 meter persegi itu seluas setengah are di belakang rumah Supriadi.
“Sisa tanah itu diberikan ke adik mertua saya dan diwariskan ke anaknya sisa tanah itu. Termasuk dari ibu mertua saya itu jadinya, lebih dari 100 meter persegi,” katanya.
Dari rentetan itu, kata Supriadi, pemilik tanah atas nama Mahir tidak mau menerima jika gang Supriadi tetap digunakan sebagai jalan keluar masuk. Sebab itu merupakan hak tanah dari Mahir.
“Pak Mahir akhirnya buat jalan sendiri di belakang rumahnya. Dia buat akses jalan sendiri, tembus, ditutup akses saya itu pakai seng. Waktu itu dia beli di mertua saya. Diberikanlah saya sisa seng di sebelah rumahnya,” katanya.
Supriadi juga menambahkan bahwa paman mertua yang menempati tanah itu awalnya dipinjamkan ke Supriadi seluar 70 cm sebagai akses jalan. Belakangan lahan itu ditutup untuk dibuat menjadi dapur rumah.
Usai jalan akses milik Pak Musbah ditutup, Supriadi meminta agar sisa lahan sebagai akses jalan. Namun, pemilik lahan baru atas nama Musbah tetap membuat bangunan rumah dan tidak menyisakan lahan sebagai akses jalan.
"Kita minta sisakan sedikit untuk keluar masuk. Kalau tidak gitu. Kita mau lewat mana?"
Supriadi juga meminta kepada pemilik lahan agar membantu menyelesaikan persoalan akses jalan secara baik-baik.
“Masa harus lewat dalam rumah Musbah kan,” katanya.
Saat ini, kasus lahan itu, kata Supriadi, sudah dimediasi di kantor kelurahan Mandalika Kota Mataram. Jalan awal di sebelah barat sudah ditutup oleh anak dari almarhum Mahir atas nama Sarisah.