Sampah Plastik di Bali Didominasi Botol Air Mineral 300 Dan 600ml

Dalam laporan tersebut diketahui ada 6 produk yang kerap mencemari lingkungan terutama sungai di Bali. Yang paling dominan adalah botol plastik.

Eviera Paramita Sandi
Kamis, 02 Desember 2021 | 15:20 WIB
Sampah Plastik di Bali Didominasi Botol Air Mineral 300 Dan 600ml
Sampah Plastik di Bali Didominasi Botol Air Mineral 300 Dan 600ml. [Foto : Istimewa]

SuaraBali.id - Sebuah organisasi nirlaba di Bali, Sungai Watch merilis laporan bertajuk "River Plastic Report 001". Laporan ini memuat hasil pemeriksaan atas 5,2 juta ton sampah plastik yang terkumpul dalam kurun waktu dua bulan (Agustus-September 2020) melalui aksi bersih-bersih sampah di 8 lokasi di Bali.

Dalam laporan tersebut diketahui ada 6 produk yang kerap mencemari lingkungan terutama sungai di Bali. Yang paling dominan adalah botol plastik.

Bersih-bersih sampah plastik ini salah satunya dilakukan di seputaran Nyanyi, salah satu sungai yang dinilai paling kotor di Bali.

Detail laporan penuh data menarik. Laporan misalnya menyebutkan ada 400 merek plastik, terafiliasi pada 100 perusahaan, yang produknya mengotori sungai di Bali.

Bentuk sampah korporasi itu disebutkan antara lain berupa botol plastik, sedotan, kantong kresek, kemasan saset, gelas plastik, ban, sendal, kertas dan kartus, styrofoam, dan plastik keras jenis HDPE.

Laporan tersebut juga melaporkan data rinci ihwal merek sampah botol minuman kemasan. Disebutkan umumnya jenis PET (Polyethylene terephthalate), dengan ukuran kebanyakan 600 ml dan 300 ml yaitu berupa botol air mineral.

"Kami sungguh meyakini kekuatan data untuk memulai sebuah percakapan dengan korporasi (terkait kewajiban lanjutan mereka sebagai produser), distributor, pemerintah, dan konsumen," kata Gary Bencheghib, inisiator Sungai Watch dalam pengantar laporannya.

Lima Produk Paling Mencemari Sungai Sungai

Dalam laporan ini disebutkan pula enam produk dengan sampah paling mencemari sungai. Mereka adalah adalah:

Botol plastik. Sampah dari botol plastik berkontribusi 2,3% dari total sampah yang dikumpulkan, atau sekitar 3.775 botol. 

Gelas plastik sekali pakai. Di Bali, gelas plastik menjadi salah satu penyumbang sampah plastik yang paling buruk.  Dalam laporan ini lebih dari 5.117 gelas plastik yang dikumpulkan.

Sampah kaleng dan logam. Kaleng dan logam dikenal paling mudah didaeur ulang. Dari data yang dikumpulkan, sampah jenis ini menyumbang 1,2% dari toal sampah yang dikumpulkan dalam laporan ini.  kebanyakan mereka adalah kaleng bekas soft drink.

Kantong plastik. Kantong plastik menjadi sampah paling banyak ditemukan di sungai, mencapai 18,1 persen. Plastik warna putih menjadi plastik yang paling mudah didaur ulang dibanding plastik berwarna lain.

Sandal. Penelitian ini juga menyebutkan bahwa mereka menemukan total 586 sandal dengan mayoritas berwarna hitam,, diikuti biru, hijau, dan pink. Mereka menyebut lebih banyak sandal bagian kiri (513) dibanding bagian kanan (271) buah.

Syrofoam dan Plastik keras. Adapun sampah styrofoam mengisi 0,7 persen dari total sampah yang dikumpulkan, atau sekitar 36kg. Sedangkan plastik keras, dilaporkan berkontribusi sebesar 2,1 persen ( 108kg) dari total sampah yang terkumpul.

Sejarah Sungai Watch

Sungai Watch sejatinya berawal dari sebuah persoalan nyata: membanjirnya sampah plastik di perairan Bali. Bila mau jujur, ini sebenarnya cermin persoalan yang lebih besar di level nasional: Indonesia adalah penghasilan sampah plastik terbesar kedua di dunia, setelah China.

Dalam catatan Bank Dunia, sekitar 187 juta orang Indonesia yang tinggal dalam radius 50 kilometer dari pesisir menghasilkan 3,22 juta ton sampah plastik setiap tahunnya. Hampir separuh dari sampah plastik itu berakhir di perairan laut.

Tapi di Bali, urusan jadi lebih pelik. Karena kawasan ini identik dengan turisme.

Kawasan pantai yang seharusnya bersih, indah, dan nyaman, hari-hari belakangan penuh dengan pemandangan botol plastik, saset kemasan, sikat gigi, pempers bayi dan tak terhitung jenis dan ragam produk lainnya, utamanya yang berbahan plastik, kerap terlihat mengapung di perairan laut.

Gerombolan sampah itu mengayun bersama ombak sebelum akhirnya tersapu ke pantai-pantai ikonik turis.

Dari penyelidikan sederhana, Bencheghib dan sejumlah rekannya menemukan bahwa 90 persen dari sampah plastik yang berakhir di laut Bali berasal dari sampah yang hanyut dari sungai. Lantaran itulah, Sungai Watch memulai prakarsa sederhana memasang jaring sampah (trash barrier).

 Selain menahan sampah plastik agar tak hanyut ke laut, jejaring sampah itu memberi waktu bagi relawan untuk menarik sampah yang terlanjur hanyut ke sungai.

Per September silam, Sungai Watch tercatat telah memasang 100 unit jaring sampah di berbagai lokasi aliran air di Bali. Lembaga menargetkan memasang 1.000 unit baru untuk setahun ke depan.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak