SuaraBali.id - Setiap jengkal daerah di Indonesia, termasuk Bali merasakan masa kelam saat peristiwa G30SPKI. Pembantaian yang terjadi di mana-mana membuat trauma yang mendalam.
Ibukota Kabupaten Jembrana juga tak luput dari peristiwa pembantaian. Selain Tegalbadeng, Jembrana, sebagai pemicu awal pembantaian, satu daerah lain yang menarik adalah Desa Merta Sari di daerah Loloan.
Desa ini adalah Desa Hindu yang berada di tengah kampung muslim Loloan Barat dan Timur yang dibelah oleh Sungai Ijogading. Saat 1965, Desa Mertasari adalah basis dari anggota PKI, khususnya Barisan Tani Indonesia (BTI).
Saat terjadi pembantaian, desa-desa sekitarnya yaitu Loloan Barat dan Loloan Timur, dikomandani oleh Tameng PNI didukung satuan Pemuda Ansor melakukan pembantaian terhadap laki-laki yang berasal dari Desa Merta Sari.
Semua laki-laki habis dibunuh dan di Desa Merta Sari akhirnya hanya tersisa kaum perempuan saja. Desa Merta Sari kemudian dijuluki Desa Janda.
Kuburan massal adalah hal lain yang menarik ditemui di setiap jengkal tanah di Jembrana. Selain Tegalbadeng, Toko Wong dan tempat pembantaian serta kuburan massal, menurut laporan sejumlah penulis, ada dua tempat yang menarik.
Baca Juga:Bikin Merinding! Halaman Rumah Warga di Sragen Ini Kuburan Massal 11 Terduga Anggota PKI
Pertama adalah sebuah sumur yang kemudian dinamakan Lubang Buaya di Desa Melaya. Sumur ini saat pembantaian PKI adalah tempat pembuangan mayat-mayat yang kemudian ditanami bambu-bambu. Masyarakat Melaya yang tahu akhirnya percaya bahwa sumur ini angker.
Kedua adalah sebuah pantai yang apabila masuk di jalan tanah terdapat papan nama bertulis Tempat Wisata Pantai Candikesuma. Di depan pantai terdapat dua bukit tinggi yang di atasnya berdiri pura.
Di atas bukit itulah dulu para anggota dan simpatisan PKI dijejer dan ditembak sehingga jatuh ke pantai dan mayatnya langsung hanyut ditelan ombak.
Sebagian besar penduduk di Kabupaten Jembrana yang telah berusia 60 tahun ke atas sangat tahu dan mengerti peristiwa pembantaian di Jembrana tahun 1965. Namun menurut sejumlah penulis, baik dari dalam maupun luar negeri, mereka memilih menutup mulut rapat-rapat, karena masih trauma.
Sejumlah anggota PKI yang dinyatakan hilang setelah dijemput aparat keamanan diantaranya I Nyoman Puger (Denpasar), Tiaga (Denpasar), Sutaja, Ketut Kandi (Klungkung), Anom Dade (Denpasar).
Tidak kurang dari 27 orang sarjana yang menjadi pengurus inti PKI atau organisasi sayap kiri PKI di tingkat propinsi dan kabupaten di Bali sudah tidak diketahui lagi nasibnya setelah dijemput aparat keamanan dan milisi.
Baca Juga:Ingin Nonton Filmnya? Berikut Link Film G30S PKI
Pada saat itu ada yang dinamakan Komandan Anti G30S PKI. Siapa saja yang dilaporkan ke komando ini, maka terlapor akan hilang dan dibunuh. Memang banjar dilibatkan, karena ketua Koordinasi Kesatuan Aksi Pengganyangan (KOKAP) adalah kelian (pemimpin/ketua/kepala) Banjar. Jadi Kelian banjar otomatis bertindak sebagai penanggungjawab algojo.
Hanya Gereja Katolik di Bali yang mengambil inisiatif memberikan perlindungan bagi PKI. Pimpinan Gereja Katolik di tingkat paroki se-keuskupan Denpasar, menyediakan ruangan khusus bagi pengungsi yang dikategorikan PKI, karena ada instruksi dari Kardinal Justinus Darmowujono dari Jakarta.