Kreatif! Terdampak Pandemi Covid-19, dari Dunia Pariwisata Banting Stir Jadi Pengrajin

Tidak kehilangan ide adalah kata yang cocok bagi tiga sekawan di Desa Guwang, Kecamatan Sukawati.

Dythia Novianty
Minggu, 22 Agustus 2021 | 20:28 WIB
Kreatif! Terdampak Pandemi Covid-19, dari Dunia Pariwisata Banting Stir Jadi Pengrajin
Tiga sekawan pengrajin batok kelapa. [Berita Bali/Istimewa]

"Yang dipesan untuk tempat komoh, paling kecil juga banyak diminati untuk minum arak," jelasnya.

Untuk mendapatkan kualitas bentuk kelapa yang bulat, Arik pilih membeli ke wilayah Payangan kelapa yang sudah dikupas.

"Di awal pernah beli kelapa utuh, setelah dikupas kebanyakan bentuknya lonjong. Kurang bagus dipakai mangkok atau piring. Setelah itu kita beli yang sudah dikupas, meskipun harganya sedikit lebih mahal. Yang penting dapat bentuk bagus," ujarnya.

Namun tidak seluruhnya juga berbentuk bulat. Perbandingannya, dari 100 biji hanya sekitar 10 kelapa yang bulat sempurna. Sisanya, dipastikan ada bentuk-bentuk unik.

Baca Juga:Sepi Omzet, Pengrajin Tenun Jembrana Menjerit

Sehari, maksimal tiga sekawan ini bisa mengolah 20 pcs buah kelapa. Mulai dari pemotongan, mengelupas isi, menghaluskan manual hingga menghaluskan memakai mesin.

Sementara, isi kelapa dikeringkan menjadi kopra untuk dijual kembali ke pengepul. Harga yang ditawarkan untuk Kau-kau yang sudah cantik kisaran Rp 7.000 hingga Rp 30.000 tergantung ukuran, bentuk, dan motif ukiran.

Selain mangkok, Arik dkk juga membuat canting, gayung, dan tempat tirtha. Arik dkk mengaku bersyukur masih bisa bekerja di masa sulit pandemi ini.

"Astungkara ada jalan, sehingga bisa bertahan hidup. Khawatir kalau diam saja, Lama-lama bisa jenuh. Lebih baik, tetap sibuk, astungkara ada rejeki," ujarnya.

Baca Juga:Dampak Covid-19, Pengrajin Ingka Jembrana Menjerit

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Terkini