Eviera Paramita Sandi
Senin, 21 April 2025 | 19:35 WIB
ilustrasi pelecehan seksual (freepik.com)

SuaraBali.id - Oknum pimpinan yayasan salah satu pondok pesantren (Ponpes) di Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB) inisial AF (55) diduga mencabuli hingga menyetubuhi 22 santrinya.

Kini oknum pimpinan yayasan cabul tersebut sudah dilaporkan ke Polresta Mataram.

Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kota Mataram, Joko Jumadi mengatakan modusnya seperti yang dilakukan Walid atau tokoh dalam film Bidaah asal Malaysia.

Joko menyebut bahwa, AF melancarkan aksi bejatnya dengan pendekatan keagamaan dan terduga pelaku menjanjikan para korban akan mendapatkan keberkahan di dalam rahimnya.

"Supaya dapat melahirkan anak-anak yang akan menjadi seorang wali. Yang terindikasi korban 22 orang," katanya.

Disebutkan Joko, jumlah santriwati yang menjadi korban AF sebanyak 22 orang.

Dari jumlah tersebut delapan di antaranya sudah melapor ke Polresta Mataram.

"Kejadiannya sekitar tahun 2016 sampai terakhir di tahun 2023. Itu ada yang masih duduk di bangku madrasah Tsanawiyah,. Terduga pelaku lupa berapa dan lupa siapa nama-namanya" ujarnya.

Diterangkan Joko, beberapa santriwati itu, ada yang sudah disetubuhi. Namun ada juga yang menjadi korban cabul, karena mereka menolak tawaran mendapatkan keberkatan dari pelaku.

Baca Juga: Obat Rindu di Balik Jeruji: Lapas Lombok Barat Sediakan Video Call Gratis untuk Warga Binaan

"Sudah sempat diraba. Untuk (korban yang sudah) hamil, belum ada laporan," ungkapnya.

Kelakuan bejatnya di ruang kelas pada malam hari yaitu sekitar pukul 01.00 -02.00 Wita.

Terduga AF melakukan manipulasi psikologis korban dan menghasut.

"Itu dilakukan di dalam kelas sekitar pukul 01.00 WITA," katanya.

Yayasan dinilai cukup kooperatif terhadap kasus ini.

Karena sebelum dilaporkan, yayasan juga sudah melakukan klarifikasi terlebih dahulu untuk mengetahui kebenaran kasus tersebut.

Korban dan pelaku disebut mengakui peristiwa itu.

"Yang bersangkutan mengakui perbuatannya kepada pimpinan ponpes. Tetapi di dalam keterangannya, dia lupa berapa banyak (korbannya). Setelah dapat laporan dari masyarakat ponpes langsung memberhentikannya," ungkapnya.

Dosen Fakultas Hukum Unram ini mengatakan, kelakuan bejat AF terbongkar setelah menonton film Bidaah asal Malaysia.

Dalam film tersebut, salah satu tokoh utamanya adalah Walid, seorang tokoh di lingkungan pondok pesantren.

Film ini sempat viral di Indonesia.

Sorotan utama jatuh pada karakter Walid, yang diperankan dengan penuh intensitas oleh aktor senior Faizal Hussein. Kalimat ikoniknya, "Pejamkan mata, bayangkan muka Walid", menjadi tren tersendiri di TikTok, Instagram, dan X (sebelumnya Twitter).

"Bidaah" mengangkat tema sensitif seputar sekte keagamaan yang menyimpang.

Dalam cerita tersebut, Walid digambarkan sebagai pemimpin karismatik namun manipulatif yang mengklaim dirinya sebagai Imam Mahdi, dan memanfaatkan kepercayaan pengikutnya demi ambisi pribadi.

Narasi ini menggugah perdebatan publik, terutama terkait isu fanatisme keagamaan, penyalahgunaan ajaran, dan manipulasi spiritual.

Pada kasus di NTB ini, para korban yang merupakan alumni ponpes melaporkan ke polisi setelah terinspirasi dari film Bidaah.

Para alumni ini ponpes ini bercerita tentang kelakuan bejat AF.

"Kok ustaz ini sama dengan Walid ya. Dan sama-sama bicara dan akhirnya terlaporkan. Di film itu sama dengan pengalamannya waktu di pondok. Kemudian karena film Walid ini lah kemudian berani untuk speak up," lanjutnya.

Aksi bejat itu tegas Joko terjadi karena merasa berkuasa dan kesempatan.

"Itu yang dimanfaatkan oleh pelaku karena ada kesempatan," katanya.

Sementara itu, Kasat Reskrim Polresta Mataram, AKP Regi Halili membenarkan adanya laporan dugaan pencabulan dan persetubuhan di lingkungan pondok pesantren. Pelapornya adalah mantan santriwati.

"Jadi, kami sudah menerima laporan Minggu kemarin empat laporan. Minggu ini satu," ujarnya.

Langkah selanjutnya, kepolisian melakukan serangkaian pemeriksaan saksi dan melaksanakan olah tempat kejadian perkara (TKP).

"Kita akan mengembangkan dalam proses penyelidikan, tidak berhenti sampai di sini," ucapnya.

Kontributor : Buniamin

Load More