Rully Fauzi
Kamis, 17 April 2025 | 08:50 WIB
Anggota Komisi VI DPR RI, Bambang Haryo Soekartono. [DPR RI]

"Tapi ini adalah karena wilayah publik di sana tidak disediakan tempat-tempat sampai yang dipilah-pilah menjadi tiga macam, yaitu organik, anorganik yang bukan plastik dan anorganik yang plastik. Karena anorganik yang bukan plastik ini tidak bisa didaur ulang," ungkapnya.

BHS pun menyarankan agar Pemprov Bali perlu memberikan fasilitas tempat sampah yang cukup kepada masyarakat untuk memilah-milah sampah mereka.

Kemudian, lanjut Bambang, di tempat-tempat keramaian atau fasilitas publik misalnya di pantai dan sebagainya, itu tinggal ditulis saja bahwa botol plastik tidak boleh dibuang sembarangan tapi harus dibuang di tempat penampungan plastik.

"Berikan saja sanksi kepada masyarakat yang buang sampah sembarangan seperti yang ada di Perda Nomor 1 Tahun 2015 tentang Ketertiban Umum, dengan menjatuhkan sanksi pidana kurungan paling lama enam bulan dan denda maksimal Rp50 juta."

Jadi, menurutnya, Perda itu harus betul-betul dipublikasikan dan ditegakkan sehingga masyarakat takut untuk membuang sampah sembarangan.

Selain itu, Pemprov Bali juga harus melakukan pengawasan terhadap masyarakat agar tidak membuang sampah secara sembarangan.

"Pengawasan itu tentunya tidak hanya dilakukan oleh petugas, tapi juga diawasi oleh masyarakat itu sendiri, sehingga semua ikut memantau," kata BHS.

Menurutnya, langkah-langkah seperti itu sudah dilakukan di Surabaya melalui Peraturan Daerah (Perda) Kota Surabaya Nomor 1 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Perda Kota Surabaya Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Sampah dan Kebersihan di Kota Surabaya melalui operasi yustisi.

"Selain petugas, masyarakat juga bisa melaporkan apabila ada yang melanggar di dalam membuang sampah sembarangan. Jadi, bukan malah mematikan industri yang sudah ada," tandas Bambang.

Baca Juga: Pemprov Bali dan DPRD Sepakat Naikkan Target Pungutan Wisatawan Asing

Load More