Budi Arista Romadhoni
Sabtu, 29 Maret 2025 | 12:36 WIB
Pecalang dan petugas menyisir terminal internasional Bandara I Gusti Ngurah Rai dalam rangka Hari Raya Nyepi di Badung, Sabtu (29/3/2025). [ANTARA/Ni Putu Putri Muliantari]

“Kami memiliki kerja sama pengamanan karena Desa Tuban merupakan wilayah penyangga bandara. Kami menjaga area pagar bandara agar tetap aman dan kondusif,” ujarnya.

Berdasarkan pantauan di lokasi, pecalang membentuk dua pos penjagaan dengan masing-masing dijaga enam orang. Mereka memastikan tidak ada aktivitas di luar ketentuan Nyepi dan menjaga ketertiban di sekitar kawasan bandara.

Simbol Harmoni dan Penghormatan Budaya

Penghentian total operasional Bandara Ngurah Rai selama Nyepi bukan hanya sekadar pemenuhan regulasi, tetapi juga mencerminkan harmoni antara modernitas dan nilai-nilai kearifan lokal Bali.

Sebagai gerbang utama pariwisata internasional di Indonesia, bandara ini menunjukkan bagaimana infrastruktur transportasi dapat selaras dengan budaya dan tradisi masyarakat setempat.

Selain itu, penghentian aktivitas bandara selama 24 jam juga memberikan dampak positif terhadap lingkungan. Dengan tidak adanya penerbangan, tingkat emisi karbon di area bandara berkurang secara signifikan.

Ini memberikan sedikit jeda bagi lingkungan untuk ‘bernapas’ sejenak dari aktivitas manusia yang terus-menerus berlangsung.

“Meskipun hanya sehari, ini merupakan bagian kecil dari upaya menjaga keseimbangan lingkungan,” ujar seorang petugas bandara.

Ketika bandara ini kembali beroperasi Minggu pagi, denyut aktivitas akan kembali terasa.

Baca Juga: Lapas Lombok Barat Antisipasi Kunjungan WBP Membludak Saat Lebaran

Namun, dalam heningnya Nyepi, ada refleksi mendalam tentang keseimbangan antara teknologi, bisnis, dan spiritualitas yang telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan di Pulau Dewata.

Tradisi ini bukan sekadar jeda operasional, tetapi juga bentuk penghormatan terhadap nilai-nilai lokal yang terus dijaga hingga kini.

Load More