Scroll untuk membaca artikel
Eviera Paramita Sandi
Senin, 24 Juni 2024 | 19:52 WIB
Ilustrasi [Alexandr Podvalny/Pexels]

SuaraBali.id - Adanya sanksi adat kasepekang yang terjadi di Desa Adat Banyuasri, Singaraja, Bali membuat banyak orang menyoroti hukuman adat yang masih berlaku sampai saat ini.

Diketahui bahwa di desa Banyuasri, ada 11 kepala keluarga yang menggugat kasepekang.

Setelah dilakukan paruman, Kelian Desa Adat Banyuasri Nyoman Mangku Widiasa mengatakan, kanorayang terhadap 11 KK tersebut akan tetap dilaksanakan meskipun nantinya mereka tidak menyetujui keputusan sah dari Pengadilan Negeri Singaraja dan menyatakan banding.

Bahkan selama Kasepekang 11 KK itu tidak berhak untuk mendapatkan hak dan kewajiban sebagai warga adat."Empat orang diantaranya tidak berhak lagi menempati tanah pelaba desa, hingga sanksi kanorayang diberikan kepada warga tersebut. Karena kesempatan yang diberikan oleh adat selama 105 hari atau 3 bulan kalender Bali tidak diindahkan, hingga meningkat kepada sanksi kasepekang. Pada proses inipun 11 warga tersebut tidak mengindahkan, bahkan menggugat Prajuru Adat Desa Banyuasri yang berujung kalahnya gugatan mereka di Pengadilan Negeri Singaraja hingga sanksi kanorayang diberlakukan,” beber Mangku Widiasa.

Baca Juga: Sempat Digadang Golkar, Mahendra Jaya Tegaskan Tak Tertarik Maju Pilgub Bali

Lebih jauh tentang sanksi adat ini, banyak yang belum paham mengenai istilah di Bali ini. Lantas apa itu kasepekang?

Kasepekang adalah hukuman adat yang diterapkan di beberapa daerah di Bali, Indonesia. Hukuman ini berupa pengusiran dari desa atau banjar (komunitas adat).

Secara harfiah, kasepekang berarti "dijauhkan". Hukuman ini bertujuan untuk memisahkan seseorang dari komunitasnya karena dianggap telah melakukan pelanggaran berat terhadap adat atau norma sosial yang berlaku.

Hukuman kasepekang biasanya dijatuhkan oleh desa adat atau banjar. Berikut adalah syarat dan rangkaian prosesnya:

* Pelanggaran yang dilakukan harus dianggap berat dan meresahkan masyarakat desa.
* Keputusan pengusiran harus diambil melalui musyawarah dan mufakat oleh seluruh anggota desa adat.
* Pelaksanaan hukuman dilakukan secara simbolis, biasanya dengan mengubur sebuah patung yang mewakili orang yang diusir.
* Orang yang diusir dilarang memasuki wilayah desa adat dan berinteraksi dengan masyarakatnya.
* Hukuman kasepekang dapat bersifat permanen atau sementara, tergantung pada keputusan desa adat.

Baca Juga: Monsun Australia Picu Angin Kencang di Bali, Nelayan Diimbau Waspada

Dampak dari Hukuman Kasepekang

Hukuman kasepekang memiliki dampak yang besar bagi orang yang diusir. Mereka akan kehilangan rumah, tanah, dan hubungan sosial dengan masyarakatnya. Selain itu, mereka akan mengalami stigma sosial dan kesulitan untuk diterima di masyarakat lain.

Load More