Scroll untuk membaca artikel
Eviera Paramita Sandi
Rabu, 09 Maret 2022 | 18:20 WIB
Ilustrasi paspor Indonesia. [Shutterstock]

SuaraBali.id - Warga Negara Indonesia (WNI) Asal Bali diduga terkatung-katung di Turki menjadi korban human trafficking agen ilegal, video mereka membutuhkan bantuan untuk pulang ke tanah air beredar di media sosial.

Mereka berbicara dalam bahasa Bali dalam video berdurasi 15 detik itu, terlihat pula mereka kebingungan sembari membawa sejumlah koper.

"Engken ne bli iraga gelandangan di sisin rurunge, ije pertanggungjawabane ? Iraga ngidih besik apang mulih gen ke bali, de ye bekeline awake bayahin gen tiketne," ucap pria dalam video tersebut.

Dalam bahasa Indonesia : Gimana nih bli kita gelandangan di pinggir jalan. Dimana pertanggungjawabannya? Kita cuma minta satu biar pulang aja ke Bali. Gak usah aku dibekalin bayarin aja tiketnya

Setelah ditelusuri, mereka diduga menjadi korban penipuan bujuk rayu bagian dari sindikat penyelundupan tenaga kerja Indonesia (TKI) ilegal atau human trafficking.

Pada akhir bulan Februari 2022 lalu, tepatnya tanggal 22, Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polda Bali menerima laporan seorang perempuan berinisial NKT atas dugaan tindak pidana penipuan.

Dalam laporan nomor LP/B/100/II/2022/SPKT/POLDA BALI, NKT melaporkan dua orang agen PMI ilegal, yakni agen di Indonesia berinisial KPR dan agensi luar negeri berinisial SARR.

Menurut Advokat I Putu Pastika Adnyana korban direkrut dan dijanjikan pekerjaan di Turki sebagai housekeeping dan mendapat fasilitas apartement.

"Korban telah membayar senilai Rp.25.000.000 dan dijanjikan apartement yang layak dipakai," tutur Putu kepada wartawan, Rabu (9/3/2022).

Putu Pastika menyebut bahwa korban baru mengetahui jika diberangkatkan dengan visa Holiday karena perjanjian diawal menggunakan visa kerja.

"Sesampainya di Jakarta saat pemeriksaan di Imigrasi mereka baru tahu kalau diberangkatkan dengan visa holiday," ujarnya.

Tiba di Turki, Putu menuturkan, bahwa korban sempat beristirahat dan keesokan harinya dipekerjakan di tempat yang tidak sesuai dengan yang dijanjikan oleh terlapor.

"Bahkan ada beberapa teman lainnya yang dijanjikan bekerja di housekeeping tapi dipekerjakan di klub malam," kata dia.

Di samping itu, 25 orang yang diduga menjadi korban agen ilegal itu ditempatkan dalam 1 mess yang tidak layak dan untuk tidur pun harus bergantian.

"Video daripada korban di mana korban ini ditempatkan di dalam satu Losmen yang berjumlah 25 orang di mana mereka harus bergantian untuk tidur, karena bed tidur mereka tidak cukup untuk 25 orang," kata Putu.

"Ada yang mereka terpaksa bekerja serabutan, ada yang sebagai cleaning service, pagi malam mereka bergantian tidur dengan temannya antara yang kerja pagi dan malam, miris sekali kondisinya," imbuhnya.

Para korban juga dijanjikan dapat visa kerja namun hanya mendapat visa holiday, karena visa holiday sudah habis maka korban mencari ikamet (izin tinggal) sendiri dengan biaya pribadi.

Di Turki para korban hidup dengan kondisi yang sangat memprihatinkan. Bahkan saat mereka ingin pulang ke tanah air, justru ditekan.

Terlapor mensyaratkan dengan perjanjian bahwa terlapor akan memulangkan korban dengan syarat bahwa korban harus membuat pernyataan, tidak akan mempersoalkan terlapor atau melaporkan kejadian ini kepada pihak berwajib di Bali atau ke polisi.

"Beberapa PMI yang mengadu kepada kami tidak bekerja dan selalu mendapatkan intimidasi maupun ancaman-ancaman sesuai dengan alat bukti dan barang bukti yang kami miliki. mereka bekerja tanpa kontrak jelas dan si penerima kerja juga memperlakukan mereka tidak manusiawi dengan gaji di bawah standar, akhirnya mereka kabur karena tidak betah, ketika mereka kabur selesai sudah tanggung jawab terlapor SARR Cs itu, dan itu yang mereka inginkan lalu merekrut lagi," jabarnya.

Secara terpisah, Kepala UPT Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Denpasar, Wiam Satryawan menegaskan bahwa sejumlah 25 orang asal Bali yang diduga terlantar di Turki itu berstatus sebagai turis.

Sampai saat ini pihak keluarga dari 25 orang tersebut belum ada yang menghubungi BP2MI Bali. BPM2MI Bali juga pun sama sekali tidak memiliki data base dari 25 orang tersebut.

"Informasinya begitu (orang Bali,-red) jumlahnya 25 orang. Ini sebetulnya prosedur awalnya mengarah ke perorangan. Jadi bukan agency, bukan PT, LPK jadi perorangan. Jadi ini sudah jelas pelanggaran hukumnya. Jadi seperti calo atau sponsor," paparnya.

Ia menjelaskan bahwa kasus pemberangkatan tersebut tidak ada landasan hukumnya alias non prosedural. ke-25 orang tersebut diduga pergi ke Turki menggunakan visa holiday (berlibur), modus itu sering terjadi berulangkali.

"Sebetulnya kasusnya karena ranahnya di Luar Negeri dan kita memiliki perpanjangan tangan di Luar Negeri seperti KBRI harusnya diurus di sana dulu. Yang penting melindungi mereka dulu disana. Kalau masalah pemulangan dan lain-lain belakangan saja, yang penting mereka aman di sana. Saya sudah bersurat ke pusat terkait ini. Jadi wewenang untuk berhubungan ke Menteri pusat bukan saya," sambungnya

"Harusnya pahamlah, masak mau kerja visa nya holiday. Kejadian ini sudah terlalu sering dan beberapa kali gak sadar-sadar juga. Kalau mau bekerja secara resmi mencari lowongannya di Lembaga yang memiliki surat izin pengerahan PMI. Ini yang tidak dilakukan oleh mereka dan mereka percaya begitu saja," jabar Wiam

Wiam mengaku disurati oleh kuasa hukum salah satu dari 25 orang tersebut sekitar 3 hari lalu. Menurutnya kasus ini masih sangat embrio namun sudah dilaporkan ke Polda oleh salah satu kuasa hukum 25 orang tersebut.

Wiam juga telah bersurat ke BP2MI Pusat dan masih menunggu balasan dari BP2MI pusat dan Kementerian Luar Negeri

"Mereka belum PMI makanya saya bilang ini kasusnya kalau mau pulang ke orang yang memberangkatkan. Statusnya masih turis yang akan dicarikan pekerjaan. Begitu modusnya. Jadi kamu diam disini sebulan saya carikan pekerjaan. Kepulangannya tidak melalui BP2MI di luar mekanisme pemerintah karena penipuan," pungkasnya.

Kontributor Bali : Yosef Rian

Load More