SuaraBali.id - Di Balik Rasa Bumbu Kuning Tipat Cantok Khas Busungbiu Yang Mengobati Rindu
Di tengah keramaian Buleleng Festival pada Kamis (21/8) siang, sebuah aroma khas menguar dari salah satu stan, menarik langkah para pengunjung untuk berhenti sejenak.
Bukan sekadar makanan biasa, stan dari Kecamatan Busungbiu menyajikan sebuah warisan kuliner yang melegenda: tipat cantok bumbu kuning, sebuah hidangan yang lebih dari sekadar pengisi perut, tetapi juga pemicu kenangan.
Di sana, di atas sebuah cobek berdiameter 30 sentimeter, tangan terampil Putu Sekarini menari, meracik bumbu dengan penuh perasaan.
Baca Juga:Melihat Proses Daur Ulang Botol Plastik, Upaya AQUA Tekan Masalah Sampah di Bali
Kacang, cabai, garam, gula aren, petis, dan bawang putih mentah bertemu dalam harmoni.
Namun, ada satu sentuhan magis yang membedakannya: dua sendok bumbu kuning yang kaya rempah.
Semua diulek hingga menyatu sempurna, sebelum melumuri potongan tipat dan sayuran rebus yang segar.
Rahasia di balik warna dan rasa yang memikat itu dibagikan oleh Kadek Oka Armadika, sekretaris Desa Tinggarsari yang juga mengelola stan tersebut.
Bumbu kuning ini, jelasnya, adalah racikan dari bawang putih, kemiri, kunyit, dan kencur.
Baca Juga:Banyak Penyalahgunaan Izin PMA Skala UMKM di Bali Disebut Gara-gara Kewenangan Ada di Pusat
Keahlian meracik bumbu ini seakan sudah mendarah daging bagi masyarakat setempat.
"Selain itu orang Busungbiu juga pandai membuat base gede atau bumbu kuning ini," jelasnya sebagaimana diwartakan beritabali.com – jaringan suara.com.
Hidangan ini bukan sekadar inovasi, melainkan cerminan sejarah dan identitas.
Menurut Oka, popularitas bumbu kuning ini berawal dari sebuah keterbatasan di masa lalu, ketika warga Busungbiu sulit mendapatkan petis.
Kreativitas mengubah keterbatasan itu menjadi ciri khas yang kini dipegang teguh.
"Sekitar 90 persen warga Busungbiu menjual tipat cantok dengan bumbu kuning," ungkapnya. Saking istimewanya, hidangan ini kerap menjadi sajian wajib saat Hari Raya Nyepi.