Pada mulanya para guru mengajar murid dalam satu kelas yang berjumlah 20 orang di dalam kelas pemula (voorbereidence class).
Alat yang digunakan dalam mengajar saat itu sangat sederhana.
Diceritakan, pada saat itu banyak peminat yang ingin meyekolahkan anak-anak mereka di sekolah tersebut.
Sejak berdirinya, akhirnya jumlah muridnya semakin banyak.
Baca Juga:Hantu Royalti Gentayangan di Hotel Mataram: Tagihan LMKN Membuat Pengusaha Bingung
“Hasil dari pembelajaran di sekolah kami membuat anak-anak di daerah ini memiliki kecerdasan otak dan budi pekerti yang baik,” terangnya dalam tulisan resmi riwayat singkat Taman Kanak-Kanak YPRU.
Mey menuturkan, uang sekolah yang dipungut pada saat itu tidak seberapa jumlahnya dan pendapatanya tidak mencukupi untuk membiayai pemeliharaan sekolah.
Akan tetapi, sekolah tetap berjalan terus.
“Anak-anak hasil didikan kami yang telah tamat dari Frobel School dengan gembira mereka melanjutkan ke sekolah yang lebih tinggi seperti ke HIS dan ELS di masa sebelum Perang Dunia II,” tuturnya.
Selanjutnya, pada masa zaman Jepang, zaman revolusi, sekolah berjalan terus.
Baca Juga:Jejak Luka di Bali: Sebelum Jepang Datang, Belanda Hancurkan Segalanya
Namun pada masa ini terjadi perubahan besar terutama pada bahasa pengantar yang digunakan dalam mengajar yang berubah dari bahasa Belanda menjadi Bahasa Indonesia.
“Pada masa Revolusi ini, sekolah kami pindah ke gedung "Mardi Bekso”.
Tempat itu diberikan secara cuma cuma oleh Pemerintah Daerah Lombok.
Tempatnya lebih besar untuk menampung murid yang semakin banyak,” katanya.
Pada tahun 1946, tentara NICA dan sekutu masuk ke Lombok. Semua gedung sekolah dan pemerintahan diambil secara paksa oleh NICA.
“Akhirnya sekolah kami ditutup untuk waktu yang tidak kami ketahui,” katanya.