Jeritan Pengusaha Lokal Bali: SE Gubernur Ancam Ribuan Pekerja dan Eksistensi Pabrik

SE Gubernur Bali larang AMDK <1 liter terancam tutup 16 pabrik lokal & PHK ribuan karyawan.

Eviera Paramita Sandi
Selasa, 05 Agustus 2025 | 10:40 WIB
Jeritan Pengusaha Lokal Bali: SE Gubernur Ancam Ribuan Pekerja dan Eksistensi Pabrik
Ilustrasi Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) (Pexels)

SuaraBali.id - Surat Edaran (SE) Gubernur Bali Nomor 9 Tahun 2025 menjadi pukulan telak bagi para pengusaha air minum dalam kemasan (AMDK) lokal di Pulau Dewata.

Kebijakan yang melarang produksi kemasan di bawah 1 liter ini menghantui kelangsungan hidup setidaknya enam merek asli Bali dan berpotensi memicu gelombang PHK.

Di saat Gubernur Koster menyebut industri ini didominasi pemain Jakarta, para pengusaha lokal justru berjuang di garis depan.

I Gde Wiradhitya Samuhata, Direktur Utama CV Tirta Taman Bali, memaparkan data suram yang mengancam ribuan nasib pekerja.

Baca Juga:5 Tempat Sarapan Terbaik untuk Memulai Hari di Sanur, Nasi Campur Hingga Pastry

"Dari 18 yang terdaftar, ada 16 yang bergantung di bawah satu liter. 16 (perusahaan) kali 90 (karyawan) paling tidak ya, itu pun di satu pabrik cuma satu sif," ungkap Wiradhitya, melukiskan skala krisis yang membayangi.

Ia bahkan memprediksi keruntuhan industri lokal jika kebijakan ini dipaksakan tanpa kompromi.

"Kalau pak Gubernur mau menerapkan ini secara ketat, kami khawatir dari 18 pabrik itu, cuma 2 pabrik yang akan bertahan," tegasnya.

Para pengusaha merasa kebijakan ini tidak adil dan parsial. Di sisi lain, mereka dihadapkan pada tantangan bisnis yang mustahil.

Nyoman Arta Widnyana, Direktur Utama PT Tirta Mumbul Jaya Abadi, menyuarakan dilema yang dihadapi.

Baca Juga:Menjamur di Bali, Ini Rekomendasi Lapangan Padel Terbaik di Pulau Dewata

“Kita akan tetap berusaha. Tapi, untuk mengubah pangsa pasar dari cup dan botol ke kemasan satu liter itu kan tidak mudah, butuh waktu lama. Sementara karyawan harus dibayar setiap bulan,” ujarnya.

Dukungan terhadap para pengusaha datang dari data dan pakar.

Data Sungai Watch membuktikan botol AMDK bukan biang keladi utama sampah plastik, dan ADUPI justru menegaskan bahwa botol-botol kecil ini adalah bahan baku berharga bagi industri daur ulang.

 Kebijakan ini dinilai tidak hanya salah sasaran, tetapi juga merusak ekosistem ekonomi lokal yang sudah ada.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Terkini