Sementara itu, menurut BMKG kemarau basah adalah hujan masih turun secara berkala pada musim kemarau atau disebut juga sebagai kemarau yang bersifat di atas normal.
Kemarau basah adalah kondisi ketika hujan masih turun dengan intensitas tinggi meskipun secara kalender sedang memasuki musim kemarau.
Biasanya, musim kemarau ditandai dengan cuaca kering dan minim hujan, tetapi pada kemarau basah, kelembapan udara tetap tinggi sehingga hujan masih sering terjadi
Baca Juga:Melihat Kepiawaian Kai, Wasit Sepak Bola Cilik Berusia 9 Tahun di Liga Bali Masters 2025
Kemarau basah dipicu oleh dinamika atmosfer regional dan global seperti suhu muka laut yang hangat, angin monsun aktif serta La Nina dan Indian Ocean Dipole (IOD) negatif.
Ada pun La Nina, yang saat ini sedang menuju fase netral, merupakan fenomena pendinginan suhu laut di Pasifik tengah yang bisa meningkatkan curah hujan di Indonesia, khususnya di wilayah dengan perairan hangat.
BMKG menyebutkan kemarau basah diperkirakan berlangsung hingga Agustus 2025 diikuti masa transisi (pancaroba) pada September–November dan musim hujan mulai Desember 2025 hingga Februari 2026.
Dampak Kemarau Basah:
· Gangguan Aktivitas Pertanian: Kelembaban udara yang tinggi dan hujan yang masih sering terjadi dapat mengganggu aktivitas pertanian.
Baca Juga:3 Anggota Polresta Denpasar Dipatsus Dianggap Tak Profesional Setelah Tahanan Tewas
· Bencana Banjir: Di beberapa daerah, kemarau basah dapat menyebabkan banjir.
· Perencanaan Infrastruktur: Kondisi ini dapat mempengaruhi perencanaan infrastruktur.
· Pengelolaan Sumber Daya Air: Kemarau basah juga berdampak pada pengelolaan sumber daya air.