Larangan Air Kemasan Plastik di Bawah 1 Liter Jadi Dilema Warga Saat Upacara Adat

Larangan air minum kemasan di bawah 1 liter di Bali oleh Gubernur Koster menuai dilema. Masyarakat kesulitan saat upacara adat karena membebani biaya & kepraktisan.

Eviera Paramita Sandi
Kamis, 22 Mei 2025 | 20:07 WIB
Larangan Air Kemasan Plastik  di Bawah 1 Liter Jadi Dilema Warga Saat Upacara Adat
Ilustrasi upacara adat di Bali

Solusi Dipertanyakan

Sementara itu Ketua Fraksi Gerindra DPRD Bali, I Gede Harja Astawa, mengatakan dengan tegas menolak SE Gubernur Koster yang melarang produksi dan penjualan air minum kemasan berukuran kurang dari satu liter ini.

Dia beralasan bahwa peniadaan kemasan air minum tersebut akan memberatkan saat pelaksanaan upacara adat di Bali.

Gede Harja Astawa yang juga Ketua DPD Pemuda Hindu Kabupaten Buleleng ini menilai peniadaaan air minum kemasan di bawah satu liter itu akan memunculkan beban baru bagi masyarakat Bali ketika melaksanakan kegiatan adat.

Baca Juga:PLN Diminta Ganti Rugi Gara-gara Bali Blackout Sehari Sebelum Hari Raya Kuningan

"Karena, semua upacara adat di Bali membutuhkan air kemasan plastik terutama yang gelas dalam jumlah besar. Keberadaan air kemasan itu membuat banyak orang menjadi sangat simpel saat menjalankan kegiatan adat tersebut. Nah, jika itu dilarang, solusinya apa,” tandasnya.

Menurutnya, dengan melarang kemasan air minum plastik sekali pakai di bawah satu liter itu, masyarakat terpaksa harus menggantikannya dengan kemasan gelas kaca yang harganya mahal dan memerlukan tenaga fisik yang relatif lebih tinggi.

"Jadi, yang gawe juga akan sangat repot kalau harus menyiapkan gelas yang sangat banyak untuk pelaksanaan upacara adat dan tentu sama sekali tidak efisien juga kemasannya,” katanya.

Menurutnya solusi penyelesaian permasalahan sampah di Bali sebenarnya bisa dilakukan melalui mekanisme tanggung jawab bersama dan disertai sanksi tegas.

Hal itu bertujuan agar kebijakan perlindungan lingkungan tetap berjalan tanpa mengorbankan kebudayaan masyarakat adat.

Baca Juga:Targetkan Bule Dan Mahasiswa, Pria Nyaru Ojek di Bali Lecehkan Korban di Semak-semak

Untuk itu, dia menegaskan perlunya keterlibatan semua stakeholder dalam menyusun ketentuan agar tidak kembali ke masa lalu.

"Masa kita kembali lagi ke masa lalu yang tidak ada plastik? Apakah kita mau kembali ke zaman primitif. Kita tidak boleh anti teknologi, tetapi bagaimana setiap orang itu bisa mempertanggungjawabkan sampah-sampah plastik dari kegiatan mereka," ucapnya.

Diketahui bahwa Pemerintah Provinsi Bali menerbitkan Surat Edaran Gubernur Bali Nomor 9 Tahun 2025 untuk menghadapi krisis sampah plastik.

Gubernur I Wayan Koster melarang secara resmi produksi dan distribusi air minum dalam kemasan (AMDK) plastik dengan volume di bawah 1 liter.

Larangan ini tidak hanya ditujukan kepada produsen besar, tetapi juga berlaku bagi pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) yang menjual air minum kemasan plastik sekali pakai berukuran kecil.

Langkah ini didasari oleh fakta bahwa jenis sampah plastik dari AMDK ukuran kecil, seperti kemasan gelas 220 ml, menjadi penyumbang utama pencemaran lingkungan di Bali.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Terkini