Pada tahun itu mulai dibuat wujud-wujud bhuta kala berkenaan dengan ritual Nyepi di Bali.
Ketika itu ada keputusan presiden yang menyatakan Nyepi sebagai hari libur nasional, dan semenjak itu masyarakat mulai membuat perwujudan onggokan yang kemudian disebut ogoh-ogoh, di beberapa tempat di Denpasar.
Budaya baru ini semakin menyebar ketika ogoh-ogoh diikutkan dalam Pesta Kesenian Bali ke XII.
Definisi Ogoh-Ogoh
Baca Juga:Lapas Lombok Barat Antisipasi Kunjungan WBP Membludak Saat Lebaran
Bagi orang awam ogoh-ogoh adalah boneka raksasa yang diarak keliling desa pada saat menjelang malam sebelum hari raya nyepi (ngerupukan) yang diiringi dengan gamelan bali yang disebut Bleganjur, kemudian dibakar.
Ogoh-ogoh adalah karya seni patung dalam kebudayaan Bali yang menggambarkan kepribadian Bhuta Kala.
Dalam ajaran Hindu Dharma, Bhuta Kala merepresentasikan kekuatan (Bhu) alam semesta dan waktu (Kala) yang tak terukur dan tak terbantahkan.
Dalam perwujudan patung yang dimaksud, Bhuta Kala digambarkan sebagai sosok yang besar dan menakutkan; biasanya dalam wujud Rakshasa.
Selain wujud Rakshasa, Ogoh-ogoh sering pula digambarkan dalam wujud makhluk-makhluk yang hidup di Mayapada, Syurga dan Naraka, seperti: naga, gajah,, Widyadari, bahkan Dalam perkembangannya, ada yang dibuat menyerupai orang-orang terkenal, seperti para pemimpin dunia, artis atau tokoh agama bahkan penjahat.
Baca Juga:Kejanggalan di Bali, Wisman Ramai Tapi Okupansi Rendah, Cok Ace : Dimana Keberadaannya?
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia edisi tahun 1986, Ogoh-ogoh didefinisikan sebagai ondel-ondel yang beraneka ragam dengan bentuk yang menyeramkan.
Makna ogoh-ogoh
- Melambangkan kekuatan alam semesta dan waktu yang tak terukur
- Memvisualisasikan sifat-sifat negatif dalam diri manusia
- Mengajarkan manusia untuk memurnikan sifat Bhuta Kala dalam diri
- Mengajarkan manusia untuk saling menjaga alam dan sumber daya di dunia
- Mengajarkan manusia untuk memahami pentingnya keberlanjutan
- Mengajarkan manusia untuk menjauhi perilaku merusak lingkungan