Setelah itu, masyarakat di Dusun Ombe mulai menyalakan dile Jojor di jalan dan terpusat di kuburan atau makam keluarga.
Kali ini dia menyalakan Dile Jojor di pemakanan orangtuanya
"Jadi masyarakat datang ke kuburan untuk menyalakan Dile Jojor. Masing-masing makam keluarga diterangi oleh Dile Jojor," tutur Siraj setelah pulang dari kubur.
Diterangkan Siraj, makna dari tradisi yang dilakukan pada malam ke 21 ini untuk memeriahkan malam perayaan Nuzulul Qur'an atau malam turunnya Al-Quran.
Baca Juga:MinyaKita NTB Diduga Kurang Takaran: Polisi Bergerak
Al-Quran menjadi cahaya atau lentera dalam kehidupan umat muslim. Serta diharapkan sebagai harapan penerang turunya Lailatul Qadar.
"Kita juga berharap pada malam ke 21 ini turun lailatul Qadar. Malam yang sangat ditunggu oleh umat muslim," katanya.
Sementara itu, masyarakat lain di Dusun Ombe Siraj mengatakan tradisi masih tetap dilestarikan ditengah perkembangan zaman.
Pembuatan Dile Jojor juga masih tetap sama seperti dahulu.
"Kita tetap lestarikan tradisi baik ini," katanya.
Baca Juga:Shalat Tarawih Ala Masjidil Haram di Islamic Centre NTB, Ini Jadwal Para Imam Timur Tengah
Dile jojor biasanya didapatkan pasar-pasar tradisional. Harga dile jojor sendiri yaitu masih sangat terjangkau yaitu sekitar Rp2 ribu hingga Rp5 ribu per bungkus tergantung dari isinya.