SuaraBali.id - Dewan Pimpinan Unit Bidang Angkutan Sewa Khusus (ASK) Dewan Pimpinan Daerah Organisasi Angkutan Darat (Organda) Bali tak setuju bila sopir angkutan pariwisata dan transportasi daring wajib memiliki kartu tanda penduduk (KTP) Bali.
Hal ini menurutnya tidak adil dan rawan menimbulkan perpecahan.
menyebut tidak adil soal usulan mewajibkan karena rawan menimbulkan permasalahan.
"Jika aturan ini sampai gol, itu berpotensi menimbulkan perpecahan dan ini tidak berdasarkan asas keadilan," kata Ketua DPU Bidang ASK DPD Organda Bali Aryanto dalam keterangan tertulis di Denpasar, Bali, Minggu (2/2/2025).
Baca Juga:Gebrakan Koster Setelah Terpilih Lagi di Bali : Semua Maret Akan Saya Kendalikan
Ia pun menyebut Organda Bali akan melakukan gugatan (class action) apabila wacana tersebut terealisasi dalam regulasi yang akan diterbitkan pemerintah daerah.
Selain itu, perubahan sistem transportasi yang terjadi di titik tertentu terutama di Bali selatan tak bisa disalahkan kepada keberadaan taksi daring.
Ia juga menyebut bahwa oknum-oknum sopir pariwisata nondaring di Pulau Dewata beroperasi menggunakan mobil dengan pelat hitam dan tanpa dilengkapi izin.
Ia memperkirakan adanya penyalahgunaan izin dari armada sopir pariwisata nondaring itu menggunakan izin angkutan sewa khusus atau daring (online).
Adanya anggapan bahwa transportasi daring dinilai sebagai masalah macet karena tidak didasari data dan kajian.
Baca Juga:Komplotan Rusia yang Rampok WN Rusia Gunakan Rompi Polisi, Ini Jawaban Polda Bali
Sebelumnya, sejumlah sopir pariwisata di Pulau Dewata yang mengatasnamakan Forum Perjuangan Driver Pariwisata (FPDP) Bali mengusulkan enam hal kepada DPRD Bali termasuk salah satunya mewajibkan sopir pariwisata dan transportasi online memiliki KTP Bali.
Selain itu, mengajukan usulan terkait pembatasan kuota mobil taksi daring di Bali, menertibkan dan menata ulang keberadaan vendor angkutan sewa khusus di Pulau Dewata termasuk juga penyewaan mobil dan motor, membuat standardisasi tarif untuk angkutan sewa khusus.
Sementara itu, Ketua DPRD Bali Dewa Made Mahayadnya mengatakan aturan terkait moda transportasi baik daring atau konvensional akan diatur melalui peraturan daerah (perda) yang rencananya ditetapkan setelah gubernur terpilih dilantik pada 6 Februari 2025.
"Perda sudah mulai dibahas lewat Bapemperda (Badan Pembentukan Peraturan Daerah) tapi menunggu gubernur definitif. Tidak bisa kalau penjabat gubernur, kami menunggu gubernur definitif dulu," katanya usai Sidang Paripurna Pengumuman Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Bali Terpilih di Denpasar, Senin (13/1/2025).
Dewa Mahayadnya menjelaskan angkutan sewa khusus berbasis aplikasi sebelumnya telah diatur dalam Peraturan Gubernur Nomor 40 tahun 2019 tentang Layanan Angkutan Sewa Khusus Berbasis Aplikasi Provinsi Bali.
Dalam regulasi itu salah satunya mengatur pengemudi ojek daring cukup memiliki surat keterangan domisili di wilayah Bali.
Selain itu di peraturan tersebut, gubernur tidak memberikan sanksi yang mengikat sehingga wakil rakyat menyusun peraturan daerah yang memuat aturan hukum bagi seluruh angkutan transportasi baik daring dan konvensional.
"Pergub Bali Nomor 40 Tahun 2019 kami tingkatkan ke peraturan daerah sehingga mobil dan sopir yang beroperasi di Bali bisa kami atur. Kedua, akan ada sanksi di dalamnya," imbuhnya. (ANTARA)