Tuna Grahita Dan Autis Melonjak di Bali, Pasangan Nikah Muda Diminta Perhatikan Mental Istri

Selain itu anak yang baru lahir tidak boleh diberi gadget.

Eviera Paramita Sandi
Selasa, 16 Juli 2024 | 19:01 WIB
Tuna Grahita Dan Autis Melonjak di Bali, Pasangan Nikah Muda Diminta Perhatikan Mental Istri
Ilustrasi Autisme (pexels.com/Tara Winstead)

SuaraBali.id - Tren pelamar sekolah dengan kondisi kekhususan tuna grahita tahun ini melonjak. Hal ini mendapat sorotan khusus dari Dinas Pendidikan Kepemudaan dan Olahraga (Disdikpora) Bali

Kepala Bidang Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus (PKLK) Disdikpora Bali Anak Agung Bagus Suryawan mencontohkan salah satunya di SLB 2 Denpasar dengan kenaikan siswa tuna grahita dari tahun sebelumnya delapan orang, sekarang 14 orang.

“Siswa cenderung meningkat dari tahun lalu, dan ketunaannya lebih spesifik, laporan kepala sekolah dari hasil formulir kami lihat yang banyak itu tuna grahita atau sejenis autis sekarang banyak mendaftar,” kata dia, Selasa (16/7/2024).

Meningkatnya tren tuna grahita ini menurut Disdikpora Bali,  mementingkan peran orangtua. Ia juga mengingatkan bagi pasangan nikah muda untuk memperhatikan kesehatan.

Baca Juga:Pria Inggris yang Lakukan Tabrak Lari di Sanur Mengaku Panik Dikejar Massa

Yang perlu diperhatikan yang pertama adalah kesehatan istri dan psikologisnya. Selain itu anak yang baru lahir tidak boleh diberi gadget.

“Kami juga menyampaikan kepada orangtua, terutama yang menikah muda, tolong diperhatikan kesehatan istri, psikologisnya, dan jangan setelah lahir dikasih gadget, karena gadget itu berperan, hasil dari beberapa penelitian anak kecil yang biasa bermain gadget dari kecil itu yang perlu diwaspadai,” kata dia. 

Disdikpora Bali belum mendata jumlah secara keseluruhan siswa tuna grahita di 14 SLB yang ada, saat ini mereka sedang mengolah laporan yang masuk sambil membaca tantangan ke depan dengan adanya perubahan tren di sekolah khusus.

Sejauh ini, menurut Suryawan, tantangan paling menonjol adalah dari segi tenaga pendidik, dimana para guru cenderung hanya mempelajari bagian-bagian umum dari setiap jenis ketunaan.

Melonjaknya siswa dengan keterbelakangan mental membuat para guru harus mempelajari lebih dalam soal anak berkebutuhan khusus dengan mengamati perilaku tiap-tiap anak hingga menemukan pola ajar yang tepat.

Baca Juga:Konten Kreator Asal Bali Panen Hujatan Karena Ajak Bule ke Hotel Dengan Perkataan Tak Pantas

Jumlah tenaga pendidik di Provinsi Bali juga dinilai masih kurang, mengingat rata-rata satu SLB diisi oleh 20 orang murid baru dengan ketunaan berbeda yang tidak boleh disatukan di kelas.

“Yang paling kurang guru mata pelajaran dan keterampilan, karena SLB mirip SMK, hasilnya memberikan keterampilan, jadi begitu tamat dari SLB memiliki kompetensi bisa menghidupi diri sendiri,” ujar Suryawan.

Sementara itu, guru keterampilan di SLB tidak bisa menggunakan guru di sekolah reguler, sehingga ini menjadi tantangan bagi dinas dan satuan pendidikan.

Oleh karena itu, Disdikpora Bali menilai peran orang tua sangat penting, dalam MPLS mereka meminta orang tua hadir, sehingga siswa dan orang tua memahami situasi belajar mengajar di sekolah dan ketika sampai rumah tetap dibimbing. (ANTARA)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak