Basah Kuyup, anak-anak Ini Tutup Piodalan Ageng Dengan Mekering-keringan

Tradisi mekering-keringan ini biasanya disertai dengan berbagai permainan tradisional dan lumpur yang berlangsung selama tiga hari.

Eviera Paramita Sandi
Sabtu, 15 Juni 2024 | 17:07 WIB
Basah Kuyup, anak-anak Ini Tutup Piodalan Ageng Dengan Mekering-keringan
Tangkap layar Instagram Story by @_ceningsadgirl

SuaraBali.id - Mayoritas penduduk Bali yang beragama Hindu ini tentu memiliki tempat ibadah yang begitu sakral dan suci yaitu Pura.

Meski terlihat sebagai bangunan tempat peribadahan yang biasa, namun Pura ini dibangun berdasarkan latar belakang dan fungsi yang beragam.

Pada setiap pura yang ada di Bali rutin mengadakan beragam upacara pemujaan. Salah satu upacara yang familiar dan dikenal orang banyak yaitu upacara Piodalan atau Odalan.

Iya, Piodalan merupakan pengorbanan secara tulus kepada Ida Sang Hyang Widhi yang dilaksanakan pada hari lahirnya pura.

Baca Juga:Polisi Gerebek Gudang Gas Elpiji Oplosan di Sesetan, Imbas Kebakaran di Jalan Cargo?

Artinya, setiap pura akan memiliki hari yang diperingati sebagai waktu untuk melaksanakan piodalan. Tak hanya di Bali, hal ini juga berlaku untuk pura di luar Bali.

Selain memperingati hari lahir, dalam Upacara Piodalan ini juga memiliki tradisi khusus yang disebut dengan mekering-keringan atau mepelalian.

Tradisi ini masih terus dilestarikan oleh warga kelurahan Banyuning, kecamatan Buleleng. Tradisi unik ini dilakukan setiap Piodalan di Pura Ageng Pura Gede Pemayun Banyuning.

Tradisi mekering-keringan ini biasanya disertai dengan berbagai permainan tradisional dan lumpur yang berlangsung selama tiga hari.

Tak heran, jika anak-anak yang ikut dalam tradisi ini akan basah kuyup dan penuh dengan lumpur. Seperti gambaran dalam video yang satu ini.

Baca Juga:Aksi Bule Nyeker di Minimarket Ini Tuai Pujian, Bantu Karyawan Nyapu

Sebuah akun Instagram @_ceningsadgirl membagikan momennya, saat dirinya mengikuti tradisi Mekering-keringan.

Dalam video tersebut anak-anak terlihat sangat senang memainkan mekering-keringan. Permainan ini begitu sangat dinantikan oleh masyarakat setempat, pasalnya hanya digelar setahun sekali saja.

Keseruan tradisi ini tidak hanya diikuti oleh anak seusia TK maupun SD saja, namun juga remaja hingga dewasa.

Puluhan remaja dengan wajah serta badan penuh lumpur berjajar menunggu rekan-rekannya datang.

Mereka sengaja melumuri wajah dengan lumpur sembari menunggu rekan yang lainnya untuk diajak ngayah dalam permainan mekering-keringan ini.

Makna tersirat dalam permainan Mekering-keringan ini adalah bentuk rasa Syukur dengan suasana gembira atas suksesnya Piodalan Agung.

Kontributor : Kanita

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak