Sedang Ditahan, Mantan Wali Kota Bima Pilih Minum Obat Ketimbang Operasi Jantung

Ia tak mau melakukan operasi jantung karena bila dilakukan maka proses hukum akan dihentikan sementara.

Eviera Paramita Sandi
Rabu, 08 November 2023 | 10:56 WIB
Sedang Ditahan, Mantan Wali Kota Bima Pilih Minum Obat Ketimbang Operasi Jantung
Wali Kota Bima Muhammad Lutfi ditahan KPK. (Suara.com/Yaumal)

SuaraBali.id - Tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa serta penerimaan gratifikasi di lingkup kerja Pemerintah Kota Bima Tahun 2019-2020 yang merupakan mantan Wali Kota Bima Muhammad Lutfi (MLI) memilih mengonsumsi obat jantung ketimbang menerima tawaran pembantaran KPK.

Ia tak mau melakukan operasi jantung karena bila dilakukan maka proses hukum akan dihentikan sementara atau dibantarkan.

"Klien kami memilih konsumsi obat saja. Karena kalau operasi (jantung), proses hukum akan dihentikan sementara (dibantarkan) dan itu butuh waktu penyembuhan," kata Penasihat Hukum MLI, Abdul Hanan, Selasa (8/11/2023).

Hal ini disampaikannya seusai mendapat tanggapan terkait surat pengajuan penangguhan penahanan MLI kepada penyidik KPK.

"Pada prinsipnya penyidik KPK sangat menghormati hak-hak tersangka, sehingga diberikan pilihan. Jika harus operasi, maka proses hukum akan dihentikan sementara sampai kondisi klien kami pulih," ujarnya.

MLI menolak untuk menjalani operasi jantung karena tidak ingin proses hukum terhambat.

Terlebih, menurutnya dokter ahli kardiologi sudah melakukan pemeriksaan secara intensif dan memutuskan untuk menunda operasi jantung MLI.  Akan tetapi MLI wajib rutin konsumsi obat sesuai resep dokter.

"Jadi, saat ini kondisi klien kami dikatakan normal, akan terus normal asal rutin minum obat. Normal masih bisa ikuti proses hukum. Operasinya masih bisa ditunda," ucap dia.

Seperti diketahui sebelumnya penyidik memperpanjang masa penahanan MLI hingga 3 Desember 2023 di Rutan KPK dijalani MLI terhitung sejak penetapan sebagai tersangka pada 5 Oktober 2023.

KPK menetapkan MLI sebagai tersangka dengan menerapkan Pasal 12 huruf (i) dan/atau Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (ANTARA)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak