SuaraBali.id - Ditahannya penjualan obat-obatan dalam bentuk cair atau sirop oleh Kementrian Kesehatan RI membuat dokter harus mencari alternatif lain saat meresepkan obat untuk pasien.
Di Bali, Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Bali I Gusti Ngurah Sanjaya Putra merekomendasikan penggunaan obat puyer sebagai pengganti obat sirop bagi anak.
"Rekomendasi dari IDAI, sementara pakai puyer atau kalau (sakit) panas bisa pakai suppositoria. Kalau obat sirop sementara tidak boleh," kata Sanjaya di Denpasar, Kamis (20/11/2022).
Sejak instruksi Kemenkes yang tertuang dalam Surat Edaran (SE) Nomor SR.01.05/III/3461/2022 tentang Kewajiban Penyelidikan Epidemiologi dan Pelaporan Kasus Gangguan Ginjal Akut Atipikal (Atipical Progressive Acute Kidney Injury) pada anak diluncurkan, dokter anak di RSUP Prof Ngoerah itu tak lagi meresepkan obat sirop.
Baca Juga:Bukan Hanya Obat Cair, Kemenkes Juga Larang Penjualan Bebas Vitamin Cair
"Direkomendasikan sekarang ya langsung ke dokter, otomatis kita resepkan dan apotek juga tidak bisa menjual obat sirop secara bebas," ujarnya.
Dokter Sanjaya menyampaikan bahwa instruksi dari Kemenkes ini dilakukan sampai keluar hasil dari investigasi pihak Kementerian Kesehatan, BPOM, pusat laboratorium forensik, dermatologi dan organisasi profesi lainnya, karena hingga kini belum ada kepastian mengenai penyebab terjadinya penyakit gagal ginjal akut misterius pada anak.
"Saya juga berharap mudah-mudahan pemangku kebijakan dari Kemenkes atau BPOM ini cepat bekerjanya. Misalnya, besok ada hasil ternyata obat sirop aman, itu yang kita harapkan, dokter anak pusing semua tidak ada obat sirop," katanya.
Menurutnya juga tak sedikit masyarakat yang sudah peduli terhadap kasus ini. Orang tua pasien kerap meminta langsung kepada dokter agar tak diresepkan obat sirop, sehingga ini dinilai cukup membantu.
Kendati demikian IDAI Bali meminta masyarakat untuk waspada, terutama terhadap anak dengan usia di bawah tujuh tahun.
Baca Juga:Apotek di Denpasar Sudah Tak Menjual Obat Sirop Secara Bebas
Anak-anak ini yang biasanya mengalami gejala batuk, pilek, infeksi saluran cerna, hingga penurunan produksi urine
"Jika ada anak yang memiliki gejala tersebut, ada yang batuk pilek, gangguan saluran cerna mungkin dulu abai, tapi sekarang tanya kencing jam berapa terakhir, kalau itu bisa kita lakukan pada saat awal gejala mungkin hasilnya akan lebih baik, tidak kencing selama 12 atau 24 jam itu biasanya fungsi ginjal sudah sudah berat," ujar Dokter Sanjaya.
Untuk di RSUP Prof Ngoerah, sejak Agustus 2022 hingga kini tercatat 17 anak mengalami gagal ginjal akut misterius, dimana 11 diantaranya meninggal dunia, sementara enam lainnya telah dinyatakan sembuh dan bebas dari rawat inap. (ANTARA)