SuaraBali.id - Baru-baru ini, akun Facebook Yan Rheyout dan akun TikTok @utari_lestary10 mengunggah video pendek acara nyongkolan seorang kakek dengan anak yang diperkirakan berumur belasan tahun di Kecamatan Praya Timur, Lombok Tengah (Loteng), Nusa Tenggara Barat (NTB).
Prosesi nyongkolan biasanya lazim dilakukan ketika sudah melalui prosesi pernikahan. Video ini pun mendapatkan komentar beragam dari warganet.
Sebab usia mempelai laki-laki dengan wanita terpaut cukup jauh. Pihak terkait pun menelusuri identitas dan keberadaan anak dalam video tersebut.
Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Loteng, Sugeng Dwi Raharjo mengaku saat ini tengah melakukan koordinasi dan penelusuran bersama Unit Pelaksana Teknis Dinas Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Loteng guna mengetahui tempat terjadi perkawinan.
"Masih koordinasi dengan pihak UPTD", aku Sugeng kepada Suara.com, Rabu (14/9/2022).
Ia mengaku menghormati kedua keluarga dan adat karna sudah dinikahkan. Namun pihak berupaya melakukan pencegahan kehamilan.
"Kami akan menulusuri pihak-pihak yang menikahkan kedua mempelai", janjinya.
Sejauh ini hingga bulan September 2022. LPA Lombok Tengah telah menangani sebanyak 62 kasus perkawinan anak.
"Kita tertinggi di NTB", akunya.
Terpisah, Founder dan Ketua Pusat Bantuan Hukum Mangandar (PBHM), Yan Mangandar Putra mengatakan supaya pihak-pihak terkait yang mengetahui pernikahan anak ini jangan menutupi. Sebab LPA dan UPTD PPA Loteng tengah melakukan penelurusan.
"Siapapun yang mengetahui kejadian ini supaya tidak menutupi dan kooperatif", harapnya.
Yan menegaskan perlu dipastikan pernikahan ini, apakah kemauan anak sendiri ataupun adanya unsur pemaksaan terhadap anak. Jika adanya unsur pemaksaan, maka siapapun yang menikahkan dan memaksanya akan dijerat tindak pidana kekerasan seksual.
"Ancaman tidak main-main 9 tahun", tegasnya.
Ia berharap selain masalah pernikahan, LPA dapat memastikan supaya hak-hak pendidikan anak terpenuhi jangan sampai terhenti sebab pernikahan. Sisi kesehatan juga perlu dipastikan, jika nantinya hamil apakah berisiko ataupun tidak.
"Perlu ditinjau tim dari Dinas, pihak terkait yang tahu keberadaan kakek dan anak ini supaya memberikan informasi," harapnya.
Yan meminta supaya tetap adanya intervensi dari pemerintah. Baru bisa diambil keputusan jika memberikan LPA dan UPTD untuk meninjau.
"Justru pemerintah akan sangat salah kalau tidak ada intervensi ini kan sudah ada masalah ", tegasnya.
Jika terbukti adanya unsur pemaksaan untuk menikah maka siapapun terlibat dalam pernikahan anak baik dari orang tua, aparat desa, tokoh agama dikenakan pasal pidana dalam UU TPKS.
"Harapanya biar semua jelas kalau Ini sembunyikan tidak bisa, ini bukan delik aduan ini delik biasa siapapun bisa berhak melaporkan,”pungkasnya.
Kontributor Toni Hermawan