SuaraBali.id - Adanya penyakit mulut dan kuku (PMK) di Bali membuat para pedagang hewan kurban di Bali ikut khawatir.
Para pedagang sendiri harus mengeluarkan biaya ekstra untuk proses perawatan maupun karantina terhadap hewan kurban tersebut.
Apalagi, hewan kurban yang dikarantina tersebut rata-rata berasal dari luar pulau Bali seperti Jawa.
“Ya perlu biaya untuk karantina, ini kena charge Rp300 ribu per kambing untuk yang dari luar pulau,” ujar Arif (41) salah seorang pedagang kambing yang ditemui Suara.com di Denpasar, Senin 4 Juli 2022.
Baca Juga:Duel Maut di Buleleng, Dua Orang Tewas Diduga Karena Dendam
Sehingga, ia menyebutkan bahwa untuk ukuran kambing kecil yang sebelumnya dihargai Rp2 juta kini dibanderol Rp3,3-Rp3,5 juta.
Sedangkan, untuk kambing besar atau bandot sebelumnya dihargai 4,5 juta hingga 5 juta rupiah. Kini, dipatok dengan harga Rp5,5-Rp6 juta.
Adanya ancaman wabah PMK dan kenaikan harga tersebut diakuinya cukup membuat minat pembelian hewan kurban sedikit menurun.
Pun begitu, ia mengakui penurunan daya beli tersebut tidaklah signifikan.
“Ya sedikit sih turun, tapi ndak terlalu signifikan, paling 5-10 persen,” paparnya.
Baca Juga:Dituding Pacari Berondong Pengganti Jerinx SID, Nora Alexandra Langsung Emosi
Ia menyebutkan bahwa hewan kurban yang dijualnya sendiri adalah kambing yang utamanya berasal dari Jawa dan daerah lainnya di Bali utamanya Tabanan.
Arif memastikan bahwa hewan kurban yang dijualnya tersebut sudah bebas PMK lantaran sudah melewati proses karantina dan bukan berasal dari daerah yang ada wabah PMK.
Proses karantina itu sendiri menurut Arif diakukan di dua lokasi yakni di Pelabuhan Ketapang, Banyuwangi, Jawa Timur dan Pelabuhan Gilimanuk, Jembrana, Bali.
“Dari Jawa utamanya dari yang bebas PMK, kalau dari Bali itu dari Tabanan, pokoknya Insya Allah bebas PMK, ini kan sudah lewat karantina semua, jadi aman lah,” ungkapnya.
Di sisi lain, Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati meminta kepada kepada Dinas Pertanian baik provinsi maupun kabupaten kota bersama dokter hewan dan petugas lapangan lainnya agar lebih agresif melacak jejak penularan penyakit mulut dan kuku (PMK) yang terjadi di Bali.
Sebab menurutnya, sangat tidak masuk akal PMK pertama kali ditemukan di Gianyar tanpa melalui penularan dari tempat lain.
Seharusnya PMK di bagian barat Bali karena merupakan jalur keluar masuk hewan baik dari maupun ke Jawa.
"Saya meminta dinas terkait dan petugas lapangan lebih agresif lagi melacak asal usul PMK, karena pertama kali ditemukan malah di Gianyar. Apakah melalui hewan lain atau seperti apa. Pemprov Bali tidak bisa bekerja sendirian tanpa ada laporan dari bawah. Jadi saya minta agar lebih agresif lagi," ujarnya di Denpasar, Senin 4 Juli 2022.
Kontributor: Ragil Armando