SuaraBali.id - Ribuan orang belum beranjak dari Masjid Gedhe Kauman Yogyakarta. Mereka menjejali ruang utama, serambi, bahkan meluber sampai halaman depan masjid.
Hal ini masih terlihat meski salat Jumat telah usai. Tidak semua mengenakan peci, sarung, atau baju koko.
Tampak membaur di antara mereka, para Rohaniawan Kristen, Katolik, dan para Biksu lengkap dengan atribut masing-masing.
Tujuan mereka adalah satu, yakni memberikan penghormatan terakhir kepada sosok yang amat mereka cintai, yakni Cendekiawan Muslim yang juga mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah H. Ahmad Syafii Maarif atau akrab disapa Buya Syafii.
Kemarin jenazahnya disemayamkan di masjid milik Keraton Yogyakarta itu.

Pendiri Maarif Institute itu wafat pada Jumat, pukul 10.15 WIB, di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah, Gamping, Kabupaten Sleman.
Sosok yang pernah memimpin PP Muhammadiyah mulai tahun 1998 sampai 2005, ini bukan sekadar terlahir sebagai tokoh junjungan salah satu organisasi Islam terbesar di Tanah Air itu.
Ia selalu mengampanyekan perdamaian, serta sikap inklusif dalam beragama selama hidupnya melalui pemikiran dan konsitensi. Cendekiawan Muslim itu telah mewujud sebagai jangkar perekat keutuhan umat dan masyarakat di Indonesia.
“Beliau selalu berpesan kepada kami agar menjaga keutuhan bangsa, keutuhan Muhammadiyah, dan keutuhan umat,” ujar Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir dalam pidato penghormatan terakhir untuk almarhum.
Wakil Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Najib Azca menyebut mendiang Buya Syafii sebagai satu dari sedikit tokoh Muslim di Indonesia yang konsisten mengampanyekan nilai-nilai perdamaian hingga akhir hayat.
Menurutnya, tokoh bersahaja kelahiran Sumpur Kudus, Kabupaten Sijunjung, Sumatera Barat, pada 31 Maret 1935 itu merupakan intelektual yang sangat kuat memegang konsep toleransi dan perdamaian antaragama.
“Beliau saya kira tidak peduli dengan cemooh dan kadang-kadang beliau kan di-‘bully’ habis-habisan oleh berbagai pihak untuk sikap pilihan berdasarkan prinsip kokoh yang dimiliki,” ujar Najib yang juga Dosen Universitas Gadjah Mada (UGM) ini.
Dalam berbagai kesempatan, mendiang Buya Syafii selalu mengingatkan bahwa agam Islam diturunkan Allah SWT ke bumi melalui Nabi Muhammad SAW untuk membangun peradaban di muka bumi sebagai rahmat untuk seluruh alam.
Bukan sekadar untuk seluruh umat manusia, tetapi juga binatang, alam, dan tumbuhan.
Pemikiran Syafii Maarif yang disarikan dalam buku yang dirilis Maarif Institute berjudul ‘Muazin Bangsa dari Makkah Darat: Biografi Intelektual Syafii Maarif’ (2015), antara lain disebutkan bahwa berbagai kasus kekerasan antaragama dan internal agama membutuhkan perhatian serius semua pihak agar bangsa ini tidak terpuruk karena pertikaian berdasarkan atau atas nama agama.