Di Hadapan Puluhan Delegasi GPDRR, Gubernur Koster Unggulkan Kulkul Sebagai Alat Peringatan Dini

Bukan hanya Kulkul, pemerintah provinsi juga memanfaatkan kekuatan masyarakat di desa-desa adat saat penanggulangan bencana khususnya selama masa pandemi COVID-19.

Eviera Paramita Sandi
Selasa, 24 Mei 2022 | 08:00 WIB
Di Hadapan Puluhan Delegasi GPDRR, Gubernur Koster Unggulkan Kulkul Sebagai Alat Peringatan Dini
Ilustrasi sarana kulkul yang biasa digunakan masyarakat Bali [Foto : repo.isi-dps.ac.di}

SuaraBali.id - Gubernur Bali I Wayan Koster tunjukkan fungsi Kulkul sebagai alat tradisional yang berfungsi menjadi alat peringatan dini terhadap berbagai jenis bencana yang mungkin terjadi di sekitar tempat tinggal masyarakat Bali.

Kulkul adalah kearifan lokal Bali yang sudah digunakan sejak dulu kala. Dalam sesi Local Leaders Forum yang merupakan rangkaian kegiatan pra-GPDRR di BICC Nusa Dua, Bali, Senin (23/5/2022) Koster menyampaikan pihaknya memanfaatkan kulkul sebagai alat peringatan dini.

Di hadapan puluhan delegasi pemerintah dan lembaga asing menyebutkan kulkul merupakan alat komunikasi tradisional yang saat ini masih digunakan oleh masyarakat di desa-desa adat di Bali.

"Kami di Bali memiliki kearifan lokal dalam penanganan bencana. Kami memiliki tradisi yang kuat. Kalau terjadi bencana, secara tradisional, kami di desa-desa adat membunyikan kulkul atau sirine tradisional di Bali," kata I Wayan Koster di Auditorium Bali International Convention Centre (BICC) Nusa Dua.

Baca Juga:Menko PMK Muhadjir Effendi Tekankan Pentingnya Medsos Dalam Penanggulangan Bencana

Bukan hanya Kulkul, pemerintah provinsi juga memanfaatkan kekuatan masyarakat di desa-desa adat saat penanggulangan bencana khususnya selama masa pandemi COVID-19.

"Bali juga membentuk Satgas Gotong Royong di desa adat dalam rangka penanganan COVID-19. Ketika COVID-19 pertama muncul di Bali pada 10 Maret 2020, yang kami gunakan secara maksimal Satgas Gotong Royong di desa-desa adat," kata dia.

Kebijakan lain yang diterapkan Pemerintah Provinsi Bali dalam memperkuat kesiapsiagaan masyarakat dalam mengurangi dampak bencana antara lain memasang alat peringatan dini tsunami di lokasi yang rawan.

Membuat jalur evakuasi dan memasang rambu-rambu pendukungnya, melaksanakan latihan dan simulasi evakuasi bencana secara rutin tiap tanggal 26, membina dan meningkatkan kapasitas relawan bencana, membentuk tim reaksi cepat.

Mengalokasikan APBD untuk bantuan sosial korban bencana, dan mewajibkan pelaku usaha memiliki sertifikasi siap siaga bencana.

Baca Juga:GPDRR di Bali Bahas 3 Tema Tentang Pengurangan Risiko Bencana

"Kami harus memberi rasa aman dan nyaman kepada wisatawan, karena itu kami menerapkan kebijakan sertifikasi di hotel, restoran, rumah sakit, museum. Ada 64 usaha sudah bersertifikat (siaga bencana), dan sampai akhir 2021 ada uji petik 16 usaha dan penyerahan sertifikat," kata Koster.

Tidak cukup pada sertifikasi, Pemerintah Provinsi juga meminta pelaku usaha wisata, terutama pemilik hotel dan resort untuk memastikan struktur bangunan milik mereka aman terhadap potensi bencana dan memiliki sarana kebencanaan yang memadai.

"Pemilik hotel dan tempat wisata lainnya,  juga harus memiliki manajemen risiko bencana, mengedukasi potensi bencana ke pegawai dan pengunjung, dan melakukan simulasi secara rutin, serta turut membangun ketangguhan masyarakat di sekitar (lokasi hotel dan tempat wisata)," kata Gubernur Bali. (ANTARA)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini