Video Ibu-ibu Menari Rejang Tiba-tiba Berubah Cenderung Erotis Jadi Sorotan, Begini Tanggapan PHDI Bali

Parisada Hindu Dharma Indonesia Bali menyayangkan aksi tarian ibu-ibu yang diunggah di media sosial

Muhammad Yunus
Minggu, 08 Mei 2022 | 15:34 WIB
Video Ibu-ibu Menari Rejang Tiba-tiba Berubah Cenderung Erotis Jadi Sorotan, Begini Tanggapan PHDI Bali
Tangkapan layar video ibu-ibu yang menari di areal Pura menimbulkan polemik [SuaraBali.id/Istimewa]

SuaraBali.id - Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Bali menyayangkan aksi tarian ibu-ibu yang diunggah di media sosial TikTok dan menjadi kontroversi. Tarian itu dinilai dilakukan tidak pada tempatnya atau di areal suci.

Ibu-ibu tersebut menari di Pura Samuantiga, Desa Bedulu, Blahbatuh, Gianyar, Bali. Dalam video viral tersebut terlihat ibu-ibu itu menari dengan busana adat putih kuning.

Ketua PHDI Bali Nyoman Kenak, mengatakan bahwa sepintas tarian tersebut kelihatan seperti tari rejang, namun tiba-tiba, menurut dia, ada bagian yang menunjukkan goyangan cenderung erotis.

"Tarian yang tidak terkait dengan ritual ‘’ngayah’’ seperti misalnya tarian Rejang yang sering terlihat di Pura, goyangan sedikit erotik ibu-ibu di areal Pura, kami sangat menyayangkannya," ungkap Nyoman Kenak saat dikonfirmasi pada Minggu (8/5/2022).

Baca Juga:Sebelum Jatuh dari Ketinggian 50 Meter, Bule di Kuta Selatan Diduga Lakukan Hal Ini

Video yang viral tersebut menjadi kontroversi di masyarakat. Kata Kenak, dari tanggapan netizen bisa dilihat bahwa konten tersebut tidak pantas.

"Keberatan netizen itu menggambarkan bahwa tarian model begitu, yang dibuat untuk konten aplikasi, tidaklah pantas dilakukan di areal pura," ujarnya.

Nyoman Kenak berpesan bahwa kejadian ini perlu mendapat renungan dan introspeksi diri dari umat Hindu.

"Karena umat Hindu yang mengetahui batas-batas mana yang boleh dan pantas, serta mana yang tidak boleh dan tidak pantas, seharusnya tidak dilakukan," ujar dia

"Tidak mungkin membebankan semua hal itu pada Bendesa dan Prajuru atau Pecalang, karena mereka juga tidak 24 jam ‘’mekemit’’ di Pura," imbuhnya.

Baca Juga:WNA Kanada Ditemukan Selamat Setelah Jatuh Dari Ketinggian 50 Meter di Bali

Ia mengajak umat Hindu untuk bisa membedakan mana yang boleh dan pantas dengan yang tidak boleh dan tidak pantas dilakukan di areal pura. Apalagi wisatawan-wisatawan asing dan domestik yang notabene bukan semeton Hindu.

Selain bisa dilakukan oleh wisatawan asing maupun nusantara, potensi hal serupa juga dilakukan oleh umat Hindu sendiri yang seharusnya lebih tahu dan menjaga kesucian areal pura kita.

"Dengan terbatasnya informasi tentang apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan di areal pura dan tempat serta simbol suci lainnya, maka kejadian seperti ini ke depan berpotensi makin banyak terjadi," paparnya.

Kenak mengimbau, sesama umat Hindu dari berbagai lembaga, seperti Pengempon dan penyungsung pura, desa adat, dadya, pesemetonan, organisasi Hindu harus sama-sama introspeksi. Memperluas edukasi tentang bagaimana simbol dan tempat suci Hindu di Bali.

"Mesti kita jaga dari perilaku yang tidak sesuai dan tidak pantas. Dan untuk mengembalikan kesucian tempat-tempat suci itu dari perilaku yang tidak pantas dan bisa ngeletehin, mencemari kesuciannya, para pelaku mesti ngaturang upacara seperti guru piduka dan ritual lain yang diperlukan, sebagai sanksi dan kewajiban atas kesalahannya," ungkapnya.

"Mari kurangi menghakimi mereka yang perilakunya kurang tepat, tapi menyadarkan dan mengajak kembali menghargai dan menjaga kesucian tempat suci umat Hindu secara sadar dan bertanggung jawab. Kalau edukasi terus ditingkatkan, ke depan kejadian-kejadian seperti ini bisa berkurang," pungkas Kenak.

Kontributor: Yosef Rian

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak