Bekerja selama setahun di Kalkarindji membuat Yoseva belajar banyak budaya Aborigin yang menurutnya sangat menarik.
"Mereka tidak hanya pandai melukis, tetapi mereka juga mengajari banyak hal, termasuk bahasa dan cara bertahan hidup jika tersesat di hutan belantara."
"Biasanya saya bergabung memancing ikan Barramundi bersama saat akhir pekan, mereka mengajari saya bagaimana menangkap kura-kura dengan tangan kosong” tuturnya.
“Waktu saya sakit panas, saya juga diajari untuk menghirup air rebusan daun minyak kayu putih, atau marlun dalam Bahasa Gurindji, dan meminumnya pada saat dingin” katanya.
Ia juga mengatakan mendapatkan banyak pelajaran saat berbicara dan menatap warga Aborigin, agar menghindari kesalahpahaman yang bisa membuat mereka tersinggung. Tak hanya belajar budaya Aborigin, Yoseva juga mencoba memperkenalkan makanan Indonesia.
Setiap seminggu sekali ia membuat masakan, seperti rendang, sop buntut, ayam betutu, bolu kukus, kue lapis, kemudian ia bagikan kepada rekan kerja dan penduduk lokal.
"Menurut saya, pendekatan kepada orang asing yang paling mudah itu melalui makanan, biasanya mereka bilang Gastro Diplomacy," kata Yoseva.
Terlibat dalam perayaan sejarah
Di sela-sela pekerjaan administrasinya, Yoseva juga pernah menjadi relawan bersama perusahaan penduduk setempat bernama 'Gurindji Aboriginal Corporation'.
Yoseva mengatakan perusahaan tersebut dengan sukarela membantu warga Aborigin untuk membangun toko, kafe, motel kecil, serta menggelar acara festival tahunan.
"Bahkan mereka mendirikan tim konstruksi dan membantu merenovasi rumah-rumah penduduk setempat dengan dukungan keuangan dari Pemerintah NT juga," katanya.
Ia mengatakan ada beberapa orang di perusahaan tersebut yang mendapat gaji, tapi mereka mengutamakan warga Aborigin yang bekerja dan mendapat gaji.
Tahun ini, Yoseva menjadi relawan saat warga setempat merayakan 'Freedom Day Festival' yang digelar selama tiga hari dengan menampilkan musisi setempat, tarian, 'fashion show', dan acara makan bersama.
Festival ini digelar untuk memperingati sejarah warga Aborigin mendapatkan kebebasan dengan merebut kembali tanah mereka lewat perjuangan, serta melakukan perjalanan jauh setelah lari dari perbudakan, yang dipimpin oleh tokoh perjuangan bernama Vincent Lingiari.
Mereka yang datang ke festival ini bisa berkemah di area yang disediakan, tetapi kebanyakan dari mereka membawa karavan sendiri.