SuaraBali.id - Agama di Bali apa saja? Benarkah agama Hindu mendominasi? Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) provinsi Bali 2021, penduduk Bali berjumlah 4.317.404 jiwa (2020) dengan mayoritas etnis Bali atau Suku Bali. Sedangkan Data Kementerian Agama mencatat 86,91% warga provinsi Bali menganut agama Hindu.
Agama lainnya yang ada di Bali adalah Islam (10,05%), Kristen Protestan (1,56%), Katolik (0,79%), Buddha (0,68%), Konghucu (0,01%), dan kepercayaan (kurang dari 0,01%). Masyarakat Suku Bali umumnya beragama Hindu.
Sementara penduduk Jawa, Sunda, Sasak, Melayu, umumnya beragama Islam, dan beberapa orang asli suku Bali juga ada yang memeluk agama Islam.
Sedangkan pemeluk agama Kristen umumnya berasal dari penduduk Nusa Tenggara Timur, Papua, Suku Batak, Minahasa, Tionghoa.
Baca Juga:Tinggalkan Islam, Sukmawati Bakal Jalani Ritual Pindah Agama Hindu di Bali
Ada pula di Desa Blimbing Sari, Kecamatan Melaya Jembrana, merupakan desa Kristen dengan warganya asli Suku Bali. Agama Hindu Bali disebut pula agama Hindu Dharma atau agama Tirtha Suku Bali di Indonesia.
Agama Hindu Bali merupakan sinkretisme kepercayaan Hindu saluran Saiwa, Waisnawa, dan Brahma dengan kepercayaan asli Suku Bali.
![Pantai Nusa Dua Bali. (Instagram/@yoyaku_id)](https://media.suara.com/pictures/653x366/2021/06/03/41477-wisata-bali.jpg)
Sejarah Agama di Bali
Agama Hindu di Tanah Air diperkenalkan oleh para pendeta dari India. Mereka memperkenalkan sastra Hindu-Buddha kepada Suku Bali.
Masyarakat Bali saat itu menerima ajaran tersebut dan memadukannya dengan kepercayaan pra Hindu yang mereka yakini sebelumnya.
Baca Juga:Mayat Pria Asal Lombok Tengah Ditemukan Nelayan di Pantai Sumur Kembar Jembrana
Kepercayaan inilah yang dianut oleh kelompok Bali Aga, masyarakat Bali yang sudah ada sebelum masyarakat Majapahit bermigrasi ke Bali. Kepercayaan Bali Aga berbeda dari Suku Bali pada umumnya yang merupakan keturunan dari Majapahit.
Sebab kelompok Bali Aga mempertahankan tradisi animisme. Lestarinya agama Hindu di Bali tak lepas dari dukungan pemerintah kolonial Belanda.
Pada 1881, Belanda melarang misionaris untuk menjalankan kegiatannya di Bali. Pada 1924, misionaris Katolik Roma berusaha masuk ke Bali, namun ditolak keras oleh pihak elit Bali dan kolonial Belanda.
Selanjutnya pada 1931, giliran misionaris Protestan Belanda yang berusaha masuk ke Bali.
Namun kegiatan juga berhasil ditentang dan dihalangi. Oleh karena itulah agama Hindu di Bali tetap bertahan hingga kini.
Caturwarna
Di Bali berlanjut sistem Catur Varna (Warna). Caturwarna faedahnya 4 pilihan hidup atau 4 pembagian dalam kehidupan sesuai atas bakat dan keterampilan seseorang serta dampak pendidikan. Sebanyak 4 kelompok ini adalah Brahmana, Ksatria, Waisya, dan Sudra.
![Ilustrasi Brahmana. [PHDI]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2021/10/23/55368-ilustrasi-brahmana.jpg)
Brahmana merupakan kelompok fungsional di dalam penduduk yang setiap orangnya menitikberatkan pengabdian dalam swadharmanya di bidang kerohanian keagamaan.
Ksatrya ada;ah penduduk yang setiap orangnya menitikberatkan pengabdian dalam swadharmanya di bidang kepemimpinan, keperwiraan dan pertahanan keamanan negara.
Waisya merupakan kelompok fungsional di dalam penduduk yang setiap orangnya menitikberatkan pengabdiannya di bidang kesejahteraan penduduk.
Sedangkan Sudra adalah penduduk yang setiap orangnya menitikberatkan pengabdiannya di bidang ketenagakerjaan.
Dalam perjalanannya, elaksanaan sistem Caturwarna cenderung membaur pada sistem yang tertutup, yakni Catur Wangsa atau Turunan darah. Padahal Caturwarna menunjukkan pengertian kelompok fungsional, sedangkan Catur Wangsa menunjukkan turunan darah.
Upacara Keagamaan
![Wisatawan dan warga menyaksikan kremasi jenazah tokoh masyarakat Ubud, alm. Tjokorda Raka Sukawati dalam upacara Ngaben di Ubud, Bali, Selasa (9/12).](https://media.suara.com/pictures/653x366/2014/12/09/o_198n9e6etn7levp1oi31a3rugig.jpg)
Upacara keagamaan yang diterapkan dalam agama Hindu Dharma, berkolaborasi dengan kearifan budaya lokal. Upaca ini antara lain Manusa Yadnya Otonan (upacara hari lahir), upacara potong gigi, upacara Ngaben (prosesi upacara pembakaran jenazah).
Kontributor : Titi Sabanada