BKSDA Bali akan Lepas Liarkan Owa Siamang Peliharaan Bupati Badung

Kepala BKSDA Bali Agus Budi Santosa mengatakan bakal memastikan kondisi kesehatan satwa dilindungi owa siamang sebelum dilepasliarkan pada habitat aslinya.

Chandra Iswinarno
Kamis, 16 September 2021 | 06:50 WIB
BKSDA Bali akan Lepas Liarkan Owa Siamang Peliharaan Bupati Badung
Bupati Badung Banjir Kritik Pedas Karena Pelihara Hewan Langka Siamang. (Twitter/@indiratendi)

SuaraBali.id - Bupati Badung I Nyoman Giri Prasta menyerahkan owa siamang yang sempat beredar di media sosial beberapa waktu lalu kepada Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bali. Penyerahan tersebut dilakukan agar bisa dilepaskan di habitat aslinya.

Sebelumnya, BKSDA Bali menelusuri asal owa siamang tersebut.

"Apakah ini dari luar atau dalam Bali ya masih akan pelajari lebih lanjut," kata Kepala BKSDA Bali Agus Budi Santosa seperti dikutip Antara di Denpasar, Bali pada Rabu (16/9/2021).

Lebih lanjut, Agus mengemukakan, jika owa siamang itu diperoleh dari luar wilayah Bali maka dipastikan satwa tersebut masuk secara ilegal.

Baca Juga:Pamer Pelihara Siamang, Bupati Badung Banjir Kritik Pedas: Wild Animals Are Not Pets!

"Kalau masuk ke Bali ya ilegal, kalau legal saya pasti tahu dong karena di sini yang memastikan Surat Angkutan Tumbuhan dan Satwa (SATS) dan tidak mungkin instansi yang lain, pasti BKSDA Bali. Nah itu saya pastikan, pasti masuknya ilegal. Tapi apakah itu dari luar Bali atau kah itu lahirnya sudah ada di Bali, nah itu yang akan dipastikan," katanya.

Dia menyatakan, owa siamang bukan satwa endemik Bali dan juga tidak ada owa siamang yang hidup liar di wilayah Bali.

"Yang saya bisa pastikan binatang itu bukan berasal dari Bali," katanya.

Lantaran itu, dia mengatakan BKSDA masih memeriksa legalitas kepemilikan owa siamang yang dipelihara oleh Bupati Badung serta bagaimana satwa tersebut diperoleh.

"Kalau bicara tentang legalitas kepemilikan satwa liar dilindungi itu ada yang boleh dan tidak boleh, yang boleh apabila berasal dari penangkaran yang punya izin. Diperoleh dengan cara yang sah," katanya.

Baca Juga:Tiga Ekor Owa Siamang Dilepasliarkan

Menurut dia, tidak ada tempat penangkaran owa siamang di wilayah Bali. Tempat penangkaran kera hitam berlengan panjang itu ada di wilayah Sumatera. Dia menekankan bahwa kepemilikan dan pemeliharaan satwa liar dilindungi punya konsekuensi hukum.

"Semua tindakan itu ada konsekuensi hukumnya, hukum seperti apa itu belum bisa dijelaskan saat ini. Kami akan pelajari lebih lanjut. Sanksinya mengacu pada aturan yang ada, bentuk sanksi itu dari konsekuensi yang ada. Tergantung, setelah jelas duduk perkaranya," ia menambahkan.

Lepas liar

Namun Agus mengemukakan, sebelum dilepasliarkan, akan memastikan kondisi kesehatan satwa dilindungi owa siamang.

"Yang dilakukan BKSDA Bali, melakukan evaluasi terhadap satwa liarnya dulu. Owa siamang itu bukan asli Bali tapi dari Sumatera, kalau sudah dievaluasi dan dinyatakan sehat, lalu translokasi ke sekolah owa, ada di Sumatera untuk belajar jadi liar dan siap hidup di habitatnya," katanya.

Untuk saat ini, dia mengatakan hewan langka tersebut masih dalam pemeriksaan oleh dokter hewan, dan sekitar satu dua hari ke depan sudah ada pendapat dari dokter hewan, lalu menerbitkan health quarantine atau karantina kesehatan. Selain itu, feses dan analisa darah hewan itu akan besok pagi akan kami ambil.

"Kalau semuanya lancar tiga hari ke depan kita ke bandara akan translokasikan satwa ini ke sekolah pelepasliaran di Sumatera," ucapnya.

Untuk waktu sekolah pelepasliaran itu, kata Agus tergantung dari individunya kalau masih menampakkan sifat-sifat keliaran bisa selesai enam bulan sampai 1,5 tahun. Sementara kalau orang utan dua sampai tiga tahun.

Sekolah pelepasliaran bertujuan untuk mendidik satwa tersebut hidup di alam sesuai habitatnya. Saat diterima kondisi fisik dari owa siamang ini dalam kondisi baik, artinya anggota tubuh dan organ tubuhnya masih lengkap.

"Pesan saya terhadap warga Bali itu bahwa menyayangi binatang tidak harus memiliki, maksudnya baik tapi harus disesuaikan dengan peraturan perundangan yang ada," katanya.

Menurutnya di Bali relatif kemampuan untuk memelihara binatang itu tinggi, karena memelihara binatang itu ongkosnya besar. Untuk itu diarahkan agar energi memeliharanya pada tempat yang tepat.

Ia menambahkan bahwa setiap pengangkutan (lintas Propinsi) tumbuhan dan atau satwa liar, baik dilindungi atau tidak, dalam keadaan hidup atau mati, utuh atau sebagian, wajib dilengkapi dengan Surat Angkutan Tumbuhan dan Satwa (SATS) Dalam Negeri atau Luar Negeri (SATS-DN atau SATS-LN).

"Jika tujuan akhirnya adalah Propinsi Bali, maka Pejabat yang Berwenang untuk Mematikan SATS adalah BKSDA Bali. Sehingga jika Satwa Liar Dilindungi tersebut masuk ke Bali dengan cara legal, pasti dilengkapi dengan SATS, dan jika ada SATS, pasti BKSDA Bali akan mengetahuinya," katanya. (Antara)

REKOMENDASI

News

Terkini