Adapun tsunami akibat erupsi Gunung Anak Krakatau pada 2018 lalu tidak mencapai Jakarta karena lebih kecil ketimbang pada 1883.
Meski demikian Daryono mengatakan bahwa pemodelan tsunami memiliki ketidakpastian yang sangat tinggi karena persamaan pemodelan sangat sensitif dengan data dan sumber pembangkit gempa yang digunakan.
"Bahkan jika sumber tsunaminya digeser sedikit saja, maka hasilnya juga akan berbeda. Inilah sebabnya maka selalu ada perbedaan hasil di antara pembuat model tsunami," beber dia.
Pekan ini diwartakan tentang hasil kajian Laboratorium Geodesi Institut Teknologi Bandung (ITB) terkait potensi tsunami akibat gempa megathrust di selatan Jawa yang berdampak hingga Jakarta.
Baca Juga:Masyarakat di Jawa Timur Diimbau Waspadai Potensi Cuaca Ekstrem
Daryono mengatakan riset semacam ini diperlukan sebagai acuan langkah mitigasi tsunami.
"Masyarakat diimbau tidak perlu panik karena kajian ini dibuat bukan untuk membuat masyarakat resah, tetapi untuk menyiapkan strategi mitigasi yang tepat dan efektif guna mengurangi risiko bencana yang mungkin terjadi," pungkas Daryono.