Tradisi Kubur Angin Desa Trunyan Bali, Jasad Dibiarkan Membusuk Tapi Baunya Harum

Tradisi pemakaman di desa Terunyan atau Trunyan, yang berada di kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, Bali.

Pebriansyah Ariefana
Senin, 07 Juni 2021 | 07:30 WIB
Tradisi Kubur Angin Desa Trunyan Bali, Jasad Dibiarkan Membusuk Tapi Baunya Harum
Tradisi kubur angin dan kubur tanah. Tradisi pemakaman Desa Trunyan Bali menyimpan keunikan tradisi Bali Kuno. (Indonesia.go.id)

Uniknya lagi dalam Mepasah ini terdapat perbedaan cara penguburan berdasarkan kategori umur, status, cara kematian, dan kondisi jasad saat meninggal.

Mayat yang dapat di Mepasahkan ialah yang telah berstatus rumah tangga, masih bujang (teruna), perawan (debunga), anak kecil yang telah tanggal gigi susunya (mekutus) dan atau bagi orang-orang yang proses kematiannya wajar atau karena faktor usia, selain dari hal tersebut mayat-mayat itu akan dikebumikan di dalam tanah.

Mayat-mayat tersebut akan dibaringkan di bawah pohon Taru Menyan tanpa menguburnya, serta ditutup kain putih dan dilindungi dengan pagar dari belahan bambu atau yang disebut dengan ancak saji.

Secara alamiah mayat yang tidak dikuburkan dalam peroses penguraiannya akan menimbulkan bau tak sedap, namun berbeda dengan mayat yang ada di pemakaman desa Trunyan.

Baca Juga:Wisata di Bali Dibuka, Epidemiolog Desak Pemerintah Perketat Wisatawan Mancanegara

Dipercaya bau dari mayat-mayat yang tidak dikuburkan tersebut dinetralisir oleh adanya pohon Taru Menyan disekitar area pemakaman.

Menurut mitos asal mula Mepaseh jenis ini bermula dari Ratu Sakti Pancering Jagat yang merupakan raja di Trunyan dulu, dengan tujuan mengurangi dampak harus pohon taru menyan yang menyebar ke mana-mana, konon dari keberadaan pohon taru menyan ini menjadi asal muasal dari nama desa Trunyan saat ini.

Kontributor : Kiki Oktaliani

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak