SuaraBali.id - Presiden Pertama RI, Soekarno tidak dapat membeli petasan pada saat momen Hari Raya Idulfitri ketika dirinya masih kecil. Meskipun, kala itu, anak seusianya kerap bermain petasan.
Soekarno kecil sempat tak bisa membeli petasan pada malam Takbiran. Dia hanya bisa mengintip teman-temannya bermain petasan melalui lubang kecil di bilik kamarnya.
Kenangan ini dikisahkan Soekarno dalam Otobiografi “Penyambung Lidah Rakyat” yang ditulis Penulis Cindy Adams.
Dia mengisahkan bahwa dirinya hanya terbaring di tempat tidurnya. Sesekali, dia mengintip keluar untuk melihat teman-temannya yang asyik bermain Lebaran.
Baca Juga:Korban Ledakan Petasan di Kebumen yang Kakinya Hancur Meninggal Dunia
Soekarno tidak dapat bermain petasan karena minimnya kemampuan ekonomi keluarga. Sehingga, dia terpaksa memendam keinginannya bermain petasan.
Membeli petasan seharga satu sen kala itu tentu bukan hal yang mudah. Karena keinginan Soekarno untuk jajan saja tak pernah terpenuhi ayahnya.
Ayahnya yang memiliki gelar raden, merupakan pekerja medioker dengan gaji 25 gulden per bulan. Semua penghasilan tersebut hanya cukup untuk membayar sewa rumah dan keperluan makan sehari-hari keluarga.
Keluarga Soekarno bahkan bisa dikatakan sebagai keluarga miskin. Bahkan untuk mencukupi kebutuhan empat orang dalam keluarga sering tidak tercapai.
"Ketika berumur enam tahun, kami pindah ke Modjokerto. Kami tinggal di daerah yang melarat dan keadaan tetangga-tetangga kami tidak berbeda dengan keadaan sekitar itu sendiri. Akan tetapi mereka mempunyai sisa uang sedikit untuk membeli pepaja atau jajan lainnja. Tapi aku tidak. Tidak pernah," kata Bung Karno dalam otobiografinya.
Baca Juga:Petaka Ledakan Petasan Malam Takbir di Kediri, Polisi Tetapkan 1 Tersangka
"Kegembiraan di hari Lebaran sama dengan hari Natal. Hari untuk berpesta dan berfitrah…di malam sebelum Lebaran sudah mendjadi kebiasaan bagi kanak-kanak untuk main petasan. Semua melakukannya kecuali aku. Di hari Lebaran aku berbaring seorang diri di kamar tidurku yang kecil. Dengan hati gundah aku mengintip keluar arah ke langit melalui lubang udara pada dinding bambu," katanya.
"Aku merasa diriku sangat malang. Hatiku serasa akan pecah. Di sekeliling terdengar bunyi petasan berletusan di sela oleh sorak-sorai kawan-kawanku karena kegirangan. Betapa hancur luluh rasa hatiku yang kecil itu memikirkan, mengapa semua kawan-kawanku dengan jalan bagaimanapun dapat membeli petasan yang harganya satu sen itu dan aku tidak!," cetusnya.
Soekarno juga hanya bisa menangis di pelukan ibundanya. Hingga lantas tiba-tiba seorang sahabat ayahnya datang bertamu.
Sahabat ayahnya juga membawa bingkisan yang ternyata isinya petasan!
"Tak ada harta, lukisan atau pun istana di dunia ini yang dapat memberikan kegembiraan kepadaku seperti pemberian itu. Tak dapat kulupakan untuk selama-lamanya," kata Bung Karno.