Dalam kesempatan tersebut, Marie Champey juga mengundang Gubernur Bali Wayan Koster beserta jajarannya untuk berkunjung ke pabrik Christian Dior di Perancis, serta melihat langsung bagaimana produksi busana tersebut dilakukan. "Kami ingin kerja sama ini terus berlanjut, serta kami juga berharap bisa memperkenalkan budaya-budaya unik lainnya tidak hanya dari Bali, namun dari seluruh Indonesia," ujarnya.
Agaknya, perusahaan Christian Dior di Perancis tidak salah memilih endek, karena bahan endek itu terbuat dari tenun ikat asli Bali, lalu cara pembuatannya juga masih menggunakan alat tenun bukan mesin, begitu juga motif yang dihasilkan adalah hasil dari tenunan (bukan lukisan).
Kain endek di Bali terdiri dari beragam jenis motif endek, di antaranya motif encak saji yang biasa dipilih untuk upacara keagamaan untuk umat Hindu, lalu ada motif songket, motif rangrang, endek jumputan, dan masih banyak lainnya. Karenanya, penggemar kain endek juga berasal dari berbagai kalangan, salah satunya generasi muda.
"Kita sebagai generasi muda Bali harus menjaga dan melestarikan warisan budaya yang kita miliki. Sangat penting bagi kita untuk mencintai warisan ini. Karena kain endek adalah milik kita, kita yang memakainya, dan kita yang bangga dengan warisan budaya yang kita miliki ini," ucap Duta Endek Bali Tahun 2019 Lady Athalia, Kamis (11/8).
Baca Juga:Nyoman Ardana Putra, Mahasiswa Bali Tewas Tabrak Tiang Listrik
Pada masa pandemi COVID-19, endek Bali juga memiliki daya tarik tersendiri, misalnya sebagai bahan utama pembuatan APD (masker). Banyak yang berkreasi menggunakan endek sebagai bahan pendukung dalam pembuatan masker kain. Bukan hanya masker, namun juga aksesories lainnya, seperti scrunchie (ikat rambut), juga bandana.
"Tapi, ekonomi memang jadi kendala, sebagian orang tentu akan menghemat demi bertahan hidup. Ketika endek digunakan untuk pembuatan masker dan aksesoris lainnya, malah saat ini lumayan digemari berbagai kalangan, sehingga para pengusaha dituntut kreatif dalam mengolah produksi kain endek itu," kata Lady Athalia.
Agaknya, kebijakan Gubernur Bali untuk pelestarian budaya dan mendorong kebangkitan UMKM melalui SE Endek itu sangat tepat, namun pelaksanaan SE perlu bertahap sesuai tahapan kondisi perekonomian akibat COVID-19. Itulah "jalan tengah" antara kepentingan budaya dan kondisi perekonomian yang ada. Idem dengan Batik, pemerintah mendorong pengakuan UNESCO untuk Batik pada 2 Oktober 2009, lalu Hari Batik Nasional itu justru datang dari masyarakat. (Antara)