Eviera Paramita Sandi
Rabu, 22 Oktober 2025 | 16:18 WIB
Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa saat ditemui di Kantor Kementerian Keuangan, Selasa (22/10/2025). [Suara.com/Dicky Prastya]
Baca 10 detik
  • Komisi VI DPR RI membahas masalah utang proyek Whoosh dan mengusulkan Danantara terlibat tanpa APBN.
  • Presiden Jokowi setuju proyek Whoosh karena terkesima teknologi kereta cepat Tiongkok pada 2015.
  • Sosiolog Sulfikar Amir menilai Whoosh 350km/jam berlebihan; kereta 150km/jam lebih cocok untuk Jawa

Sulfikar menyebut bahwa sebelum akhirnya mengetahui soal Kereta Api cepat tersebut, Jokowi pernah mencobanya secara langsung.

Melihat teknologi yang begitu canggih dan belum tersedia di Indonesia, saat itu menurut Sulfikar Jokowi langsung terpesona.

“Jadi Jokowi waktu berkunjung ke China, saya lupa tahun berapa mungkin 2015. Waktu itu dia naik kereta cepat dan disitulah dia terpesona,” jelas Sulfikar, dikutip dari youtube Abraham Samad SPEAK UP, Senin (20/10/25).

“Jokowi ini kan agak naif ya kalau soal teknologi, jadi dia pikir Kereta cepat buatan China itu sudah yang pualing maju,” imbuhnya.

Sulfikar mengatakan bahwa proyek Kereta Api Cepat Jakarta – Bandung ini merupakan proyek pertama untuk China.

“Kereta cepat Jakarta – Bandung itu adalah proyek kereta pertama China di dalam mengekspor teknologi perkereta apian mereka,” jelas Sulfikar.

Karena menjadi proyek yang pertama, saat peluncuran Whoosh di Indonesia, Sulfikar menyebut bahwa di Beijing mengadakan pesta besar – besaran.

Beijing saat itu menurut Sulfikar sangat bangga lantaran dapat mengalahkan Jepang untuk membuat proyek kereta api cepat di Indonesia. Sehingga hal ini bagi China adalah sebuah prestasi.

“Dan waktu kereta ini (Whoosh) mulai beroperasi hari pertama, kita kan biasa – biasa aja. Di Beijing ngadain pesta, orang – orang di Beijing itu wah sangat bangga sekali,” cerita Sulfikar.

Baca Juga: Alasan Koster Tak Ikut Saat Gubernur Lain Geruduk Menkeu Terkait Pemotongan TKD

“Karena ini adalah yang pertama, dan mereka berhasil mengalahkan Jepang. Jadi ini buat mereka adalah sebuah prestasi yang luar biasa. Mungkin bisa jadi itu yang menjadi alasan buat Pemerintah Beijing untuk mendorong supaya proyek ini tetap berjalan, karena ada kebanggaan mereka juga itu disitu,” sambungnya.

Menurut Sulfikar, kondisi Pulau Jawa yang padat penduduk ini tidak begitu memerlukan kereta api cepat.

Terlebih untuk kereta yang memiliki kecepatan 350km/jam.

Menurutnya kecepatan 150km/jam saja sudah mencukupi untuk membuat sebuah teknologi tinggi di Indonesia.

Pasalnya, banyak kota – kota kecil di Pulau Jawa yang seharusnya diekspos dengan Kereta semi cepat dan bukan Kereta cepat.

Kontributor : Kanita

Load More