- Jokowi sulit bergabung partai besar; Golkar menjauh, PPP menolak.
- Partai besar enggan terima Jokowi khawatir ditinggalkan seperti PDIP.
- Jokowi dipaksa jadi politisi harian demi lindungi karier politik anak-anaknya.
SuaraBali.id - Pengamat Politik Lingkar Madani, Ray Rangkuti membaca alasan – alasan kecil Presiden ke 7, Joko Widodo (Jokowi) yang akhirnya memutuskan bergabung dengan Partai Solidaritas Indonesia (PSI).
Menurut Ray, Jokowi mengakui bahwa tidak semudah itu bergabung dengan partai – partai besar.
“Sekarang pada kenyataannya tidak ada pilihan lagi. Dulu kita menganggap akan ke Golkar, tapi ternyata Golkar semakin menjauh dari Pak Jokowi. Kita mendengar juga Pak Jokowi diundang masuk ke PPP, tapi ujung – ujungnya Pak Jokowi bilang ‘ya sudahlah saya di PSI saja’,” terang Ray, dikutip dari youtube Bambang Widjojanto, Jumat (10/10/25).
“Pak Jokowi juga melihat bahwa ternyata tidak terlalu cukup berwibawa lagi mengandalkan kekuatan politiknya untuk berdialog dengan banyak orang. Mereka (Partai besar) memang membutuhkan Pak Jokowi, tetapi tidak boleh merusak AD ART nya,” imbuhnya.
Selain itu, Ray juga menyebut bahwa partai – partai besar yang diduga tidak menerima kehadiran Jokowi ini lantaran khawatir ditinggalkan begitu saja.
Hal ini berkaitan dengan jejak politik Jokowi yang meninggalkan PDIP, sebagai partai perjuangannya dari nol.
Sehingga dari alasan itulah, menurut Ray partai yang bersedia menerima Fisik hingga segala macam pikiran Jokowi hanyalah PSI.
“Nah faktor ketiganya kan semua orang merekam rekam jejak politiknya Pak Jokowi. Kalau orang yang membawa dari nol bisa anda tinggalkan, ya apalagi kita kan (partai – partai),” ungkap Ray.
“Kenapa akhirnya (memilih PSI) ya nggak ada lagi yang bisa berlabuh, kalau Cuma berlabuh ya jadi anggota biasa. Makanya beliau (Jokowi) ya nggak ada pilihannya, kecuali ke PSI,” imbuhnya.
Baca Juga: Bisa Dapat Gelar S1 Dalam 3 Tahun Saja, Subhan Palal Sebut IQ Gibran Tinggi
Ray mengungkapkan bahwa setelah jabatan Jokowi sebagai Presiden selesai, pilihannya hanya 2 yakni negarawan dan politisi harian.
Sementara itu, Jokowi menurut Ray dipaksa kenyataan untuk memilih sebagai politisi harian.
“Kemudian pertanyaannya Kenapa sih Pak Jokowi harus berpartai lagi? Kan ada 2 pilihannya, menjadi negarawan atau menjadi politisi harian,” ujarnya.
“Saya kira beliau (Jokowi) dipaksa oleh kenyataan untuk tetap menjadi politisi harian, bukan negarawan,” sambungnya.
Pilihan yang harus diambil Jokowi sebagai politisi harian ini menurut Ray karena pihaknya harus melindungi anak – anaknya yang sudah terjun ke dunia politik.
Kontributor : Kanita
Berita Terkait
Terpopuler
- Naksir Avanza Tahun 2015? Harga Tinggal Segini, Intip Pajak dan Spesifikasi Lengkap
- 5 Krim Kolagen Terbaik yang Bikin Wajah Kencang, Cocok untuk Usia 30 Tahun ke Atas
- 7 Rekomendasi Ban Motor Anti Slip dan Tidak Cepat Botak, Cocok Buat Ojol
- 5 Mobil Bekas Senyaman Karimun Budget Rp60 Jutaan untuk Anak Kuliah
- 5 Rekomendasi Bedak Waterproof Terbaik, Anti Luntur Saat Musim Hujan
Pilihan
-
Google Munculkan Peringatan saat Pencarian Bencana Banjir dan Longsor
-
Google Year in Search 2025: Dari Budaya Timur hingga AI, Purbaya dan Ahmad Sahroni Ikut Jadi Sorotan
-
Seberapa Kaya Haji Halim? Crazy Rich dengan Kerajaan Kekayaan tapi Didakwa Rp127 Miliar
-
Toba Pulp Lestari Dituding Biang Kerok Bencana, Ini Fakta Perusahaan, Pemilik dan Reaksi Luhut
-
Viral Bupati Bireuen Sebut Tanah Banjir Cocok Ditanami Sawit, Tuai Kecaman Publik
Terkini
-
5 SUV Paling Laris Akhir 2025: Dari Hybrid Canggih Sampai Harganya 200 Jutaan
-
7 Jenis Heels Populer Bikin Kakimu Jenjang dan Elegan
-
5 Maskara Andalan Bikin Mata Hidup Maksimal
-
Eropa Kekurangan Tenaga Produktif, Ini Syarat Agar Anda Bisa Jadi Pekerja Migran
-
Santunan dan Pemulangan Jenazah WNI Korban Kebakaran Hongkong Ditanggung Pemerintah